Jakarta, Kabariku – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh secara transparan dan tanpa pandang bulu. Langkah ini dinilai penting untuk menjawab keresahan publik terkait dugaan pembengkakan anggaran dalam proyek strategis nasional tersebut.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdullah, menyampaikan dukungan penuh terhadap langkah penyelidikan yang dilakukan KPK. Ia menilai, proses hukum yang terbuka dan profesional akan memastikan penggunaan uang negara berjalan akuntabel.
“KPK tidak boleh takut dalam menangani kasus ini. Dugaan mark up anggaran proyek kereta cepat harus diusut secara tuntas dan transparan,” ujar Abdullah di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Abdullah menegaskan, penyelidikan yang dilakukan harus independen agar dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi, khususnya di sektor infrastruktur.
“KPK tidak boleh pandang bulu. Jika ditemukan tindak pidana korupsi, pelakunya—baik dari unsur pemerintah, BUMN, maupun swasta—harus diseret ke jalur hukum tanpa pengecualian,” tegasnya.
Menurut dia, proyek kereta cepat Whoosh semestinya menjadi simbol kemajuan transportasi nasional, bukan justru menimbulkan beban akibat penyimpangan anggaran. Ia menyatakan, Komisi III DPR akan terus mengawal dan mendukung KPK untuk menuntaskan penyelidikan secara profesional dan terbuka.
Proyek Strategis Nasional Bernilai Rp118 Triliun
Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2016 dengan nilai investasi mencapai 7,27 miliar dolar AS atau sekitar Rp118,37 triliun (kurs Rp16.283 per dolar AS). Angka tersebut termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sekitar 1,2 miliar dolar AS dari estimasi awal.
Sebagian besar pembiayaan proyek berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) sebesar 75 persen, sedangkan sisanya berasal dari setoran modal para pemegang saham. Proyek ini dijalankan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia dan Tiongkok.
Dari pihak Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) memiliki 60 persen saham, sementara Beijing Yawan HSR Co. Ltd dari Tiongkok memegang 40 persen. PSBI terdiri atas empat BUMN: PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Wijaya Karya (WIKA), PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara VIII, dengan KAI sebagai pemegang saham mayoritas sebesar 58,5 persen.
Jokowi: Keuntungan Proyek Transportasi Diukur dari Manfaat Sosial
Presiden ke-7 RI Joko Widodo menegaskan bahwa pembangunan transportasi massal, termasuk kereta cepat Jakarta–Bandung, tidak semestinya dinilai dari sisi keuntungan finansial, melainkan dari manfaat sosial dan ekonomi yang dihasilkan.
“Transportasi massal tidak diukur dari laba, tetapi dari keuntungan sosial. Contoh seperti kereta cepat, menumbuhkan titik-titik pertumbuhan ekonomi, menumbuhkan UMKM, warung-warung di titik-titik pertumbuhan baru itu,” ujar Jokowi.
Ia menjelaskan, kemacetan di kawasan Jakarta dan sekitarnya telah menimbulkan kerugian ekonomi besar selama bertahun-tahun. Berdasarkan perhitungan pemerintah, potensi kerugian akibat kemacetan di Jakarta mencapai Rp65 triliun per tahun, dan jika dihitung bersama wilayah Jabodetabek dan Bandung, nilainya melebihi Rp100 triliun.
Jokowi menyebut, subsidi yang diberikan pemerintah terhadap transportasi publik merupakan bentuk investasi sosial untuk mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke moda umum yang lebih efisien.
“Subsidi itu bukan kerugian, tapi investasi sosial,” kata Presiden.
Ia optimistis efisiensi proyek Whoosh akan meningkat seiring naiknya jumlah pengguna. Hingga saat ini, kereta cepat tersebut telah melayani lebih dari 12 juta penumpang dengan rata-rata 19.000 pengguna per hari.
“Kalau setiap tahun jumlah penumpang naik, kerugiannya akan semakin mengecil,” ujarnya menutup.
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com




















Discussion about this post