Jakarta, Kabariku – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengungkapkan, Immanuel Ebenezer (Noel) diduga menerima aliran dana hasil pemerasan yang dilakukan bawahannya dalam proses penerbitan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Noel sebagai tersangka bersama 10 orang lainnya dalam dugaan kasus pemerasan terkait pengurusan sertifikat K3 di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
“Dari hasil penyelidikan, ada dana sebesar Rp3 miliar yang mengalir ke Noel,” kata Setyo di Gedung KPK, dikutip Sabtu (23/8/2025).

Modus: Buruh Dipalak Rp6 Juta untuk Sertifikasi
Sementara itu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, praktik pemerasan ini telah berlangsung sejak 2019 hingga 2024. Padahal, tarif resmi sertifikasi K3 hanya Rp275.000.
Namun, para pekerja atau buruh dipaksa membayar hingga Rp6 juta agar prosesnya dipercepat.
“Modusnya dengan memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses jika tidak ada pembayaran. Sehingga pemohon merasa tertekan dan terpaksa membayar,” jelas Asep Guntur.
KPK menyebut, total aliran dana yang terungkap mencapai Rp81 miliar. Dana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari pembelian rumah, kendaraan, hingga setoran ke sejumlah pihak.
OTT Berawal dari Laporan Masyarakat
Kasus ini mencuat setelah KPK menerima laporan masyarakat terkait pungutan liar di Kemnaker. Penyelidikan kemudian berkembang saat KPK menangani perkara terkait Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
“Kami mendapat informasi adanya pungutan dan pemerasan dalam proses sertifikasi K3, lalu melakukan penelusuran bersama PPATK,” kata Asep.
Operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan pada Rabu-Kamis (20-21 Agustus 2025). Saat itu, tim KPK mendapati transaksi penyerahan uang sehingga langsung dilakukan penangkapan dan pemeriksaan intensif.
“Dari hasil pemeriksaan, terungkap aliran dana ke berbagai rekening, termasuk ke benda bergerak dan tidak bergerak,” tambah Asep.
Alasan Gunakan Pasal Pemerasan, Bukan Suap
KPK menjerat para tersangka dengan pasal pemerasan karena modus yang digunakan berbeda dengan suap.
“Kalau syarat pemohon sudah lengkap tapi proses diperlambat agar bayar, itu pemerasan. Beda dengan suap, yang terjadi jika pemohon tidak memenuhi syarat lalu memberi uang agar diloloskan,” tegas Asep.
Selain Noel, KPK juga menetapkan 10 tersangka lain yang merupakan pejabat dan pihak swasta. Berikut daftarnya:
IBN – Koordinator Bidang Kelembagaan K3 (2022-2025);
IHH – Koordinator Bidang Pengujian K3 (2022-sekarang);
SB – Subkoordinator Bina K3 (2020-2025);
AK – Subkoordinator Kemitraan Kesehatan Kerja;
IEG – Wamenaker (2024-2029);
FRZ – Dirjen Diwasnaker dan K3 (Maret 2025-sekarang);
HS – Direktur Bina Kelembagaan (2021-2025);
SKP – Subkoordinator;
SUP – Koordinator;
TEN – Pihak PT KEM Indonesia;
MM – Direktur PT KEM Indonesia.
Setyo menambahkan, dari tahun 2019-2024 saja, salah satu pelaku diduga mengumpulkan Rp69 miliar melalui berbagai perantara.
“Uang tersebut digunakan untuk belanja, hiburan, uang muka rumah, setoran tunai, hingga pembelian kendaraan dan penyertaan modal ke perusahaan,” ujarnya.
KPK: Kasus Ini Pemantik Perbaikan Layanan Publik
KPK menegaskan bahwa pengungkapan kasus ini menjadi momentum untuk perbaikan sistem pelayanan publik di sektor ketenagakerjaan.
“Biaya Rp6 juta yang harus dibayar buruh untuk sertifikasi K3 jelas memberatkan, bahkan dua kali lipat UMR. Penanganan ini adalah langkah untuk mencegah korupsi dan melindungi buruh agar tidak dirugikan,” tutup Setyo.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post