Jakarta, Kabariku – Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatatkan hasil positif dengan membukukan surplus sebesar Rp4,3 triliun pada akhir April 2025, setelah sempat mengalami defisit selama beberapa bulan sebelumnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa surplus ini didorong oleh akselerasi Pendapatan Negara, terutama dari sektor perpajakan dan kepabeanan. Pendapatan tersebut meningkat lebih cepat dibandingkan dengan realisasi Belanja Negara.
Hingga 30 April 2025, Pendapatan Negara mencapai Rp810,5 triliun atau setara 27% dari target APBN tahun ini. Di sisi lain, Belanja Negara baru terealisasi sebesar Rp806,2 triliun atau 22,3% dari total pagu anggaran sebesar Rp3.621,3 triliun. Dengan selisih tersebut, APBN mengalami surplus sebesar Rp4,3 triliun, atau sekitar 0,02% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Komponen Pendapatan Negara berasal dari:
- Penerimaan Pajak: Rp557,1 triliun
- Penerimaan Kepabeanan dan Cukai: Rp100,0 triliun
- Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Rp153,3 triliun
“Terlihat bahwa akselerasi pendapatan negara, terutama dari pajak dan bea cukai, telah menunjukkan ritme yang baik,” ujar Menkeu dikutip dari laman Kemenkeu, Senin (26/5).
Belanja Negara terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp546,8 triliun (sekitar 20% dari pagu) dan Transfer ke Daerah sebesar Rp259,4 triliun. Menkeu menyebutkan bahwa kecepatan pertumbuhan pendapatan saat ini melampaui laju belanja, berbeda dari kondisi Januari–Maret 2025 yang mencatat defisit akibat tekanan pada penerimaan pajak, termasuk restitusi dan penyesuaian tarif efektif pajak (TER).
Pertumbuhan Ekonomi Stabil di Tengah Tantangan Global
Di tengah dinamika ekonomi global, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan ketahanan. Pada Triwulan I-2025, ekonomi tumbuh sebesar 4,87%. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga dan sektor manufaktur.
“Porsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB mencapai 54,5%, dan pertumbuhannya masih terjaga di sekitar 4,89%,” ungkap Sri Mulyani.
Namun, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh 2,12%, angka yang tergolong rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan pada 2021–2024. Menkeu menilai hal ini sebagai sinyal perlunya penguatan investasi ke depan.
Sementara itu, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi 1,38% secara tahunan, dipengaruhi oleh berkurangnya belanja bantuan sosial dan pemilu yang sempat tinggi pada 2024. Sebaliknya, ekspor tumbuh sebesar 6,78% dan impor naik 3,96%.
Dari sisi produksi, sektor-sektor utama mencatat kinerja cukup baik:
- Manufaktur: tumbuh 4,55%
- Perdagangan: tumbuh 5,03%
- Pertanian: melonjak hingga 10,52%
“Ketiga sektor utama menunjukkan pertumbuhan yang relatif stabil, bahkan pertanian mengalami lonjakan signifikan,” kata Menkeu.
Selain itu, sektor konstruksi, transportasi, informasi dan komunikasi, jasa keuangan, akomodasi dan makanan-minuman, serta real estate juga mencatatkan pertumbuhan positif. Namun, sektor pertambangan mengalami kontraksi, dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas global.
“Untuk sektor-sektor yang mencatat pertumbuhan positif, kita patut memberikan apresiasi,” tutup Sri Mulyani.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post