Pengelompokkan ini didasarkan pada sejumlah syarat seperti hari aktif, jam online, tingkat penerimaan bid, tingkat penyelesaian trip, rating pengemudi, tidak melanggar kode etik.
“Bagi kami ini sangatlah diskriminatif karena semangat THR adalah untuk berbagi kepada sesama,” sebutnya.
Untuk itu dia menuntut agar BHR dibayarkan juga kepada seluruh pengemudi ojol, taksol dan kurir yang pernah melakukan kerja dan berkontribusi atas profit yang diperoleh platform tanpa memandang apakah pengemudi tersebut aktif, non-aktif, dan putus mitra (PM).
“Sekalipun pengemudi non-aktif dan PM, mereka telah bekerja dan berkontribusi profit dengan membeli atribut: helm, jaket, tas (Rp 350.000),” ujarnya.
Selain itu mereka sudah melakukan kerja dengan menanggung biaya operasional kerja sendiri, seperti biaya bahan bakar, biaya parkir, paket data, pulsa, biaya servis kendaraan, biaya cicilan/sewa kendaraan, dan biaya lainnya.
Biaya yang dikeluarkan pengemudi ini, otomatis menjadi keuntungan bagi platform.
“Maka tidak ada alasan bagi platform untuk tidak membayar THR bagi pengemudi yang mereka bilang non-aktif (kerja sambilan) dan PM,” jelasnya. ***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post