Jakarta, Kabariku- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kantor pusat Bank Indonesia di Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (16/12) malam hingga Selasa (17/12) dini hari.
Penggeledahan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk mengumpulkan bukti terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia.
Sejak awal, penggunaan dana CSR oleh lembaga negara ini sudah menjadi perhatian terkait transparansi dan akuntabilitas.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membenarkan penggeledahan tersebut, namun enggan merinci temuan yang didapat.
“Ya benar, tim dari KPK semalam (16/12) melakukan penggeledahan di Kantor BI,” kata Tessa dalam konfirmasinya Rabu (18/12/2024).
Tessa mengatakan, rilis resmi mengenai hasil penggeledahan masih dalam penyusunan.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan salah satu ruangan yang digeledah penyidik dalam penggeledahan di kantor Bank Indonesia (BI) adalah ruang Gubernur BI Perry Warjiyo.
“Disana ada beberapa ruangan yang kita geledah, diantaranya adalah ruang Gubernur BI,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Rudi menerangkan, penggeledahan tersebut adalah bagian dari penyidikan dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) BI, namun tidak menerangkan secara rinci apa saja yang ditemukan penyidik di ruangan Perry Warjiyo.
“Kami mencari bukti-bukti berupa dokumen dan yang lain-lain yang terkait dengan dugaan kami,” ujarnya.
Secara garis besar penyidik KPK menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik dalam kegiatan penyidikan tersebut. Berbagai barang bukti yang disita tersebut selanjutnya akan dikonfirmasi dengan memeriksa sejumlah saksi.
Rudi mengatakan penyidik KPK masih akan melakukan penggeledahan di lokasi yang disinyalir menyimpan barang bukti terkait penyidikan tersebut.
Pada September lalu KPK telah mengungkap dugaan penggunaan dana CSR bermasalah karena tidak sesuai dengan peruntukan. Dimana dana CSR diduga digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Artinya ada beberapa, misalkan CSR ada 100, yang digunakan hanya 50, yang 50-nya tidak digunakan. Yang jadi masalah tuh yang 50-nya yang tidak digunakan tersebut, digunakan misalnya untuk kepentingan pribadi,” ungkap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.
Asep mengungkap modus korupsi dalam kasus ini dengan memberi contoh dana CSR yang seharusnya untuk membangun fasilitas sosial atau publik tetapi justru disalahgunakan peruntukannya.
“Kalau itu digunakan misalnya untuk bikin rumah ya bikin rumah, bangun jalan ya bangun jalan, itu enggak jadi masalah. Tapi, menjadi masalah ketika tidak sesuai peruntukan,” tandasnya.***
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post