_Buronan Kasus Korupsi Pengadaan Pasar Rakyat Teluk Bintuni_
Manokwari, Kabariku- Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat menangkap buronan Marthinus Senopadang yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Negeri (Kejari) Teluk Bintuni.
Marthinus merupakan DPO tindak pidana korupsi asal Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, yang dipidana dengan hukuman penjara selama lima tahun, dengan denda sebesar Rp200 Juta.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat, Muhammad Syarifuddin mengatakan, Marthinus Senopadang ditangkap Tim Tabur dibantu Tim Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar pada Jumat, 4 Oktober 2024, sekitar pukul 19.58 WITA, setelah berkoordinasi dengan Tim SIRI Kejaksaan Agung.
“Marthinus Senopadang ditangkap di Jalan Samalona Selatan, Perumahan Taman Samalona Garden Metro Tanjung Bunga, Kelurahan Tanjung Merdeka, KecamatanTamalate, Kota Makassar,” kata Kejati Papua Barat Muhammad Syarifuddin dalam keterangannya, Senin (07/10/2024).

Penangkapan dilakukan oleh Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Tinggi Papua Barat bersama Tim Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan setelah berkoordinasi dengan Tim SIRI Kejaksaan Agung. Terpidana merupakan DPO asal Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni.
Disebutkan, Pria 57 tahun itu kooperatif saat ditangkap. Sehingga, proses penangkapan berjalan lancar.
Syarifuddin mengatakan terpidana diserahterimakan kepada Jaksa Penyidik pada Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni untuk menjalani masa penahanan di Rumah Tahanan Negara, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIb Manokwari.
“Melalui program Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan, kami menghimbau kepada seluruh Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya karena tidak adatempat yang aman bagi para buronan,” ujar Syarifuddin.
Korupsi yang melibatkan Marthinus berawal saat Dinas Perindagkop dan UKM Kabupaten Teluk Bintuni, mendapat alokasi dana Tugas Pembantuan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) pada 2018.
Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2018, tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2018 tanggal 20 September 2018 tentang Penugasan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam rangka Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan atau Revitalisasi Sarana Perdagangan yang didanai melalui Dana Tugas Pembantuan APBN Tahun Anggaran 2018, sebesar Rp6 Miliar.
“Kegiatan Pembangunan atau Revitalisasi Sarana Perdagangan dimaksud untuk pembangunan Pasar Rakyat Babo Tipe C di Distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni,” terang Syarifuddin.

Terpidana Marthinus Senopadang selaku Kontraktor Pelaksana PT Fikri Bangun Persada cabang Bintuni dalam proyek pembangunan pasar rakyat tersebut.
Namun, volume pekerjaan tidak sesuai antara fisik di lapangan dengan kontrak atas pekerjaan pembangunan. Padahal, dana telah cair 100 persen.
“Sehingga, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3.035.000.000,- (tiga milyar tiga puluh lima juta rupiah) sebagaimana Laporan Hasil Audit dalam rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Papua Barat Nomor: SR-123/ PW27/ 5/ 2022 tanggal 27 April 2022 perihal Laporan Hasil Audit,” ungkap Syarifuddin.
Proses hukum Marthinus telah sampai pada tahap upaya hukum kasasi oleh jaksa penuntut umum (JPU) ke Mahkamah Agung (MA). Namun, kasasi JPU Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni ditolak MA berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1115 K/Pid.Sus/2024, tanggal 21 Februari 2024.
Atas putusan Mahkamah Agung tersebut, JPU melaksanakan Putusan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Papua Barat Nomor 10/PID.TPK /2023/ PN Mnk tanggal 10 Agustus 2023. Yakni menyatakan terdakwa Marthinus Senopadang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Marthinus Senopadang dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” kata Syarifuddin.
Kemudian, menghukum terdakwa Marthinus Senopadang untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp76,5 juta paling lama dalam satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap.
Apabila Marthinus tidak membayar, kata Syarifuddin, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan,” ungkap Syarifuddin.
Kemudian, Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni memanggil terdakwa secara patut untuk dieksekusi usai putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Namun, terdakwa tidak pernah mengindahkan surat panggilan. Oleh karena itu, terdakwa dimasukkan dalam DPO.
Dalam perkara yang sama, dua orang telah dieksekusi di Rutan kelas IIB Teluk Bintuni. Keduanya atas nama Terra Ramar dan Melianus Jensei. Sedangkan, satu terdakwa lainnya atas nama Junsetbudi Bombong masih dalam tahap persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas II Manokwari.
“Melalui program Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan, kami menghimbau kepada seluruh Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya karena tidak ada tempat yang aman bagi para buronan, pungkasnya.***
*Siaran Pers Nomor: PR- /R.2/Kph.3/10/2024
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post