Jakarta, Kabariku- Anggota Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi mengungkap adanya benturan antara prinsip finalitas dan falibilitas terhadap putusan pengadilan di Indonesia yang bertemu pada suatu mekanisme yang disebut dengan Peninjauan Kembali (PK).
“Setelah mengelaborasi kedua prinsip tersebut, saya kemudian mengumpulkan berbagai teori dengan mengacu pada dua prinsip tadi, ada banyak argumentasi yang mendukung PK sebagai mekanisme untuk mengoreksi putusan yang sudah final sekalipun. Mereka yang mendukung PK beranggapan bahwa PK penting untuk mengoreksi kesalahan, meningkatkan akurasi putusan, dan mengembalikan kepercayaan publik,” jelas Kadafi. Minggu (09/06/2024).
Sementara disisi lain, para teoris yang menolak mekanisme PK menganggap bahwa PK potensial membatasi hak terdakwa dan tidak berguna bagi terpidana karena hukuman sudah dijalankan mengingat mekanisme PK yang bisa makan waktu lama setelah suatu putusan menjadi final.
Selain itu, PK juga dianggap sebagai sebuah mekanisme hukum yang mahal yang mau tidak mau jadi beban baru bagi pengadilan, serta dapat membuka kembali trauma di tengah masyarakat yang muncul akibat suatu peristiwa pidana.
“Saya melakukan wawancara dengan berbagai praktisi hukum, semuanya mengedepankan fungsi PK dalam mengoreksi kesalahan. Jadi, hampir tidak ada yang berpendapat bahwa PK sesungguhnya memiliki fungsi yang sama pentingnya tetapi sering kali diabaikan, yaitu untuk menjaga finalitas putusan pengadilan. Ini adalah kontribusi teori buku saya yang pertama bahwa PK tidak hanya untuk ‘correction of error’, tetapi juga untuk menjaga finalitas putusan,” jelas Kadafi.
Menurut Kadafi, praktik PK di Indonesia diwarnai dengan berbagai permasalahan. Permasalahan mulai dari permohonan PK yang sangat tinggi, yaitu mencapai 9.512 pada tahun 2022 hingga praktik permohonan PK yang didasarkan pada alasan yang lemah.
“Hal ini seperti yang diungkapkan MA bahwa hanya 20 persen permohonan yang didasarkan pada alasan yang layak, sedangkan alasan diajukannya PK didominasi pada kekhilafan hakim yang dianggap Kadafi sebagai alasan paling serampangan dan bermasalah,” ujarnya.
Kadafi menyarankan agar kekhilafan Hakim dapat dihapus dari alasan pengajuan PK. PK hanya boleh diajukan atas kesalahan faktual, bukan kesalahan hukum (question of law).
Hakim Yustisial Badan Pengawasan MA Anisah Shofiawati dalam kacamata profesi Hakim juga menanggapi problematika PK yang diajukan dengan alasan kekhilafan Hakim.***
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post