Jakarta, Kabariku- Pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka mendapat nomor urut 2 dalam pengundian di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Nomor urut 2 itu didapatkan pasangan Prabowo-Gibran saat malam pengundian yang digelar KPU di kantor penyelenggara pemilu, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023) malam.
Sebelumnya, Prabowo-Gibran resmi ditetapkan sebagai Capres-Cawapres oleh KPU, berdasar hasil rapat pleno tertutup pada Senin (13/11/2023).

Jubir Koalisi Indonesia Maju, Mangapul Silalahi tegas mengatakan Nomor urut 2 ini semakin mempertegas kemenangan pasangan Prabowo-Gibran.
“Kemenangan dengan satu putaran, untuk Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, mendatang,” ucapnya. Rabu (15/11/2023).
Beberapa waktu lalu Mangapul Silalahi Jubir KIM, Apul sapaan akbrabnya angkat bicara terkait putusan MK dalam perkara Nomor 90 terkait syarat usia capres-cawapres dan pernah jabat kepala daerah.
“Kalau kita bicara sebelumnya Undang-undang 2003 itu ada 35 (tahun) kok. Undang-Undang 2008 ada 35,” ujar Apul, dalam satu tayangan tvOne Catatan Demokrasi bertajuk “Sidang Etik Hakim MK: Bagaimana Nasib Gibran?”.
Apul merasa heran dengan putusan MK yang sekarang dipersoalkan. Dia mengatakan pemohon dalam perkara Nomor 90 tak ada hubungan dengan Gibran.
“Saya bilang secara materi ini tidak ada pemohon ini punya hubungan semendak. Gitu loh. Jadi, mas Gibran baik-baik saja,” ucapnya.
Apul meminta semua pihak tak perlu melontarkan narasi merusak demokrasi, apalagi hanya seperti mengglorifikasi ketakutan kalah.
“Jadi, jangan mengglorifikasi ketakutan kekalahan dengan narasi-narasi yang seolah-olah merusak demokrasi. Ya nggak juga dong,” ucap Apul.
Apul pun Menanggapi tentang justifikasi Gibran lahir dari ketidakprofesionalan dan tidak independensinya Mahkamah Konstitusi.
“Pertama dan paling utama, keputusan 90 MK itu final dan binfing, itu mengikat dan atas putusan tersebut sebagai bukti ketaatan KPU telah mengeluarkan PKPU, itu yang pertama, sudah clear,” jelasnya.
Kedua, persoalan etik, komite itu tidak boleh masuk ke wilayah materi. Ada UU Konstitusi, ada UU Kehakiman, juga ada surat keputusan pertama anatara Ketua MA dengan KY.
“Tentang 10 perilaku Hakim, jangan kemudian MK diartikan penafsir tunggal. Kalau kita bicara kinstitusi berarti bicara demokrasi, jangan kemudian MK dianggap meeusak demokrasi. Ini sudah final,” bebernya.
Apul menegaskan, ini proses demokrasi, demokrasi Indonesia harus matang, dan elegan secara konstitusi.
“Kita juga kan perlu memberikan pendidikan pencerahan buat ini. Kira-kira begitu, dan ingat keputusan MK itu final,” tandasnya.***
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post