Jakarta, Kabariku- Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) mengecam tindakan ‘oknum anggota baret biru’ yang membuat gaduh di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dari LBH pos Malang, LBH Surabaya, LPBHNU Kota Malang, YLBHI, KontraS, Lokataru, IM57+ Institute, ICJR, ICW, AJI, dan PBHI, menyatakan perilaku aparat yang melakukan pengamanan sidang Kanjuruhan dinilai bentuk penghinaan terhadap pengadilan.
Diketahui, Selasa (14/2/2023) kemarin, persidangan ke-12 kasus Tragedi Kanjuruhan dengan Nomor Perkara 11/Pid.B/2023/PN.Sby;12/Pid.B/2023/N.Sby; dan 13/Pid.B/2023/PN.Sby dilangsungkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Pada persidangan kali ini, ruang sidang dipenuhi oleh anggota Brimob dan anggota Polri lainnya.

Sebagaimana dalam video yang beredar di media sosial, puluhan anggota Brimob bertindak intimidatif dengan berteriak dan menyoraki para Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang akan memasuki ruang sidang Cakra bersamaan dengan tiga terdakwa anggota Polri kasus tragedi Kanjuruhan yaitu AKP Hasdarmawan, AKP Bambang Sidik Achmadi dan Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Dalam rilis yang diterima kabariku.com, Daniel Siagian selaku Koordinator LBH Pos Malang mengatakan jika perilaku puluhan oknum aparat baret biru tersebut merupakan bentuk dari penghinaan terhadap pengadilan.
“Kami menilai bahwa perilaku puluhan aparat Brimob tersebut merupakan bentuk dari penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court) karena sikap tersebut merupakan perilaku tercela dan tidak pantas dilakukan di pengadilan dengan melakukan perbuatan yang menimbulkan kegaduhan dan dinilai merupakan bentuk intimidasi terhadap Jaksa Penuntut Umum,” ungkap Daniel. Rabu (15/2/2023).
Ia menilai, Intimidasi tersebut, bisa mempengaruhi proses persidangan, apalagi persidangan kali ini sudah memasuki tahapan persidangan yang paling krusial yakni tahap pembuktian dan penuntutan.
“Dampak dari tindakan yang dinilai intimidatif tersebut pada faktanya, saat pemeriksaan ahli, menjadikan JPU sama sekali tidak mengajukan pertanyaan melainkan hanya mengajukan keberatan kepada majelis karena semua pertanyaan penasehat hukum bersifat menyimpulkan fakta persidangan secara sepihak,”terang Daniel.
Menurutnya, pengungkapan kasus Tragedi Kanjuruhan ini penuh dengan keanehan. mulai dari kepentingan keluarga korban yang kurang diperhatikan dalam proses persidangan, pengalihan gelaran persidangan ke PN Surabaya.
Hal lain, Dengan diterimanya Anggota Polri sebagai Penasehat Hukum tiga terdakwa yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, hingga pembatasan terhadap akses media dalam meliput siaran langsung proses persidangan.
“Kami mendesak agar anggota Brimob yang melakukan tindakan tersebut dapat diberikan sanksi yang tegas,” tukasnya.
Koalisi Masyarakat Sipil mengecam tindakan anggota Polri yang arogan, intimidatif, dan mengarah pada penghinaan terhadap pengadilan dan mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Timur untuk;
Pertama, Menghentikan tindakan pengamanan yang mengarah kepada penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court) melalui sikap perilaku aparat yang mengganggu jalannya imparsialitas dan integritas jalannya persidangan melalui bentuk tindakan-tindakan intimidatif.
Kedua, Memberikan sanksi yang tegas terhadap dugaan pelanggaran kode etik (oleh Propam) bagi anggota Brimob yang melakukan Penghinaan terhadap Pengadilan (Contempt of Court) pada saat berlangsungnya proses persidangan, serta melanjutkannya pada proses penyidikan ketika terindikasi tindak pidana contempt of court.***
*Koalisi Masyarakat Sipil
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post