Jakarta, Kabariku- Wakil Ketua DPP Mari Sejahterakan Petani (MSP) Indonesia, Carkaya mengungkapkan, terjadi fenomena “matinya” atau tidak beroperasinya penggilingan padi rakyat yang ada desa-desa di wilayah Kabupaten Cirebon, Indramayu dan Subang diakibatkan harga gabah mencapai Rp. 7.500,-/Kg GKP (harga gabah kering panen).
Selain mahalnya harga barang juga susah didapat sehingga pemilik gilingan memilih untuk tidak beroperasi.
“Artinya terjadi dua hal yaitu beras mahal dan langka, sedangkan klaim selama ini Mentan mengatakan bahwa Indonesia surplus beras. Pernyataan ini sangatlah menyesatkan,” ujar Carkaya. Rabu (1/2/2023).
Menurutnya, untuk menjamin stok ketahanan beras nasional, butuh data yang valid dan objektif agar bisa menentukan strategi atau renstra kedepan.
“Merekayasa fakta demi citra itu kira-kira kata yang tepat untuk Mentan,” ucapnya.
Apabila pemikiran ini terus berlanjut dalam pembangunan pertanian, kata Carkaya, maka ketahanan pangan negara akan rapuh.
“Karena kita tidak memiliki renstra stok cadangan beras nasional sebagaimana amanat UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012,” tukasnya.
Lanjut dia, Kenapa penggilingan Rakyat menjadi Barometer? karena menyangkut denyut nadi usaha rakyat dimana Petani bersentuhan langsung dengan penggilingan rakyat.
Jika penggilingan “mati” di suatu desa maka mati pula lah petani di desa itu, selain itu sebagai bukti konkrit terkait adanya kelangkaan beras secara riil dan fakta.
Ia menegaskan, Pemerintah harus cepat melakukan langkah konkrit untuk mengantisipasi hal tersebut dengan serius.
“Bila perlu ganti saja Menterinya, karena apabila harga beras dibiarkan mahal maka sangat sensitif mempengaruhi nilai Inflasi Nasional,” Carkaya menutup.***
Red/K.103
BACA juga Berita menarik Seputar Pemilu KLIK disini
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post