JAKARTA, Kabariku- Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual pada Rabu (23/2/2022).
Agenda sidang Perkara Nomor 62/PUU-XIX/2021 adalah mendengarkan keterangan Pemerintah dan Ahli Pemohon, dipimpin Ketua MK Dr. Anwar Usman, S.H., M.H.

Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Mayor Jenderal Dr.rer.pol. Rodon Pedrason, M.A., mengatakan bahwa RUU Perubahan atas UU TNI masuk dalam daftar Prolegnas berdasarkan Keputusan DPR RI No. 8/DPR RI/II/2021-2022 tentang Prolegnas Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2022 dan Prolegnas RUU Perubahan Ketiga Tahun 2020-2024 Nomor Urut 131 Pembahasan antara DPR dan Pemerintah.
“Pemerintah telah menyelesaikan Naskah Akademik RUU tentang Perubahan atas UU TNI sebagaimana surat Kepala BPHN Nomor PHN/HN 02.04-20 Tanggal 20 Desember 2019. Selain itu, Pemerintah telah melaksanakan penyelarasan harmoni RUU tentang Perubahan atas UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebagaimana surat Menteri Hukum dan HAM RI No. PEE.PP. 01.031389 Tanggal 28 Agustus 2019,” jelas Rodon kepada Pleno Hakim.
Selanjutnya, kata Rodon yang mewakili Pemerintah, berdasarkan Naskah Akademik RUU tentang Perubahan atas UU No. 34/2004 pada halaman 59 huruf b yang berbunyi, “Mengubah ketentuan Pasal 53 yang semula prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan usia 53 tahun bagi bintara dan tamtama” menjadi “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun”.

Wim Tohari Daniealdi, S.IP., M.Si., selaku Ahli Pemohon menyampaikan mengenai konsep Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) yang diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (2) UUD 1945. Istilah Sishankamrata pertama kali dicetuskan oleh Jenderal Abdul Haris Nasution
“Sebagai sebuah praktik, Sishankamrata sudah lama dikenal oleh masyarakat kawasan nusantara. Ini bisa dilihat dari sejarah perang Diponegoro dan terutama sekali ketika masa revolusi merebut kemerdekaan. Sebagai sebuah konsep, istilah Sishankamrata pertama kali dicetuskan oleh Jenderal Abdul Haris Nasution dalam bukunya ‘Pokok-Pokok Gerilya dan Pertahanan Republik Indonesia di Masa Lalu dan yang akan datang’,” ungkap Wim.
Dikatakan Wim, sejak awal memang tidak ada perlakuan berbeda dari negara terhadap komponen utama yaitu TNI dan Kepolisian khususnya terkait usia pensiun prajurit.
Baik TNI dan Kepolisian merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
Pasca reformasi 1998, pembentuk undang-undang memisahkan TNI dan Kepolisian dengan undang-undang yang berbeda.
“Meskipun begitu, Pasal 30 UUD 1945 tetap membingkai kedua institusi ini dalam satu rumah besar Sishankamrata dengan TNI yang terdiri dari angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara sebagai alat negara yang bertugas melindungi kedaulatan negara. Sedangkan Kepolisian sebagai alat negara yang bertugas menjaga keamanan masyarakat, melindungi, mengayomi masyarakat serta menegakkan hukum,” ujar Wim.
Sebagaimana diketahui, permohonan pengujian UU TNI ini diajukan oleh Euis Kurniasih, Jerry Indrawan, Hardiansyah, A. Ismail Irwan Marzuki, dan Bayu Widiyanto. Euis Kurniasih pernah aktif sebagai perwira TNI Angkatan Darat (Kowad).
Pada 2018, Euis berusia 57 tahun, sehingga memperoleh Masa Persiapan Pensiun (MPP) guna mencari pekerjaan lainnya sebagai persiapan setelah pensiun. Pada 2019, Euis yang berusia 58 tahun resmi memasuki masa pensiun.
Sementara Jerry Indrawan saat ini berprofesi sebagai dosen tetap di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Sebagai Dosen, Jerry aktif dan concern terhadap isu-isu seputar pertahanan dan keamanan negara, khususnya isu yang berkaitan dengan institusi TNI.
Sedangkan Hardiansyah, A. Ismail Irwan Marzuki, dan Bayu Widiyanto merupakan warga negara Indonesia yang merupakan pembayar pajak (tax payer).
Para Pemohon melakukan pengujian Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a UU TNI. Pasal 53 UU TNI menyatakan, “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira, dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama”.
Kemudian Pasal 71 huruf a UU TNI menyatakan, “Pada saat berlakunya undang-undang ini, ketentuan tentang usia pensiun sebagaimana dimaksud pada Pasal 33, diatur sebagai berikut: a. Usia pensiun paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama, hanya berlaku bagi prajurit TNI yang pada tanggal undang-undang ini diundangkan belum dinyatakan pensiun dari dinas TNI”.
Pasal-pasal yang diujikan tersebut berisi aturan mengenai batas usia pensiun prajurit TNI. Dalam permohonannya, para Pemohon mendalilkan adanya perbedaan batas usia pensiun prajurit TNI sebagaimana diatur dalam pasal-pasal yang diujikan dengan batas usia pensiun anggota Polri.
Menurut para Pemohon, pengaturan usia pensiun anggota Polri tidak dibedakan berdasarkan golongan kepangkatan, melainkan berlaku untuk seluruh anggota Polri yaitu, usia pensiun paling tinggi 58 tahun.
Para Pemohon menilai Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a UU TNI telah menimbulkan perbedaan perlakuan antara Prajurit TNI dengan anggota Polri yang mempunyai kesamaan sebagai alat negara yang menjalankan usaha pertahanan dan keamanan negara, telah secara nyata memberi perlakuan yang berbeda terhadap hal yang sama sehingga secara esensi bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan pada saat yang sama bertentangan pula dengan prinsip kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Untuk itu, dalam petitumnya, para Pemohon meminta agar norma Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a UU TNI harus dinyatakan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.***
*Sumber: HUMAS MKRI/MKRI.id/23 Februari 2022
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post