JAKARTA, Kabariku- Presiden RI Ir. H. Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menegakkan, menuntaskan, dan menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku pelanggaran HAM berat. Komitmen tersebut dituangkan dalam Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Demikian disampaikan Presiden dalam sambutannya pada acara Peringatan Hari HAM Sedunia Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta. Jumat, (10/12/2021) kemarin.
“Pemerintah melalui Jaksa Agung telah mengambil langkah untuk melakukan penyidikan umum terhadap peristiwa pelanggaran HAM yang berat. Salah satunya tadi sudah disampaikan oleh Bapak Ketua Komnas HAM adalah kasus Paniai di Papua Tahun 2014,” tuturnya.
Kepala Negara menjelaskan, perkembangan revolusi industri 4.0 juga menuntut untuk dapat mengantisipasi beberapa isu HAM, termasuk kegelisahan dan kekhawatiran masyarakat terhadap sanksi pidana dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Presiden Jokowi mengatakan bahwa perlindungan data pribadi juga menjadi perhatian serius pemerintah dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari HAM.
Presiden menginstruksikan jajarannya untuk menyelesaikan pembahasan regulasi mengenai hal tersebut.
“Saya telah memerintahkan Menkominfo serta kementerian dan lembaga terkait untuk segera menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi bersama-sama dengan DPR, agar perlindungan hak asasi masyarakat dan kepastian berusaha di sektor digital dapat dijamin,” tutur Presiden.
Presiden pun telah menginstruksikan jajarannya untuk mengedepankan edukasi dan langkah persuasif dalam penanganan perkara ITE.
“Namun, saya juga ingatkan, bahwa kebebasan berpendapat harus dilakukan secara bertanggung jawab kepada kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih luas,” ucap Presiden.
Presiden menyebutk bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus terus diikuti sehingga tidak ada pihak yang dirugikan secara tidak berkeadilan dalam dunia yang penuh disrupsi seperti sekarang.
“Kita harus selalu berinovasi dalam upaya melindungi hak asasi warga negara Indonesia, terutama kelompok warga yang marjinal. Kita harus membangun Indonesia Maju, dan sekaligus menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ucapnya.
Turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin, S.H., S.U., M.I.P., Menteri Hukum dan HAM Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D., Menteri Sekretaris Negara Prof. Dr. Drs. Pratikno, M.Soc.Sc., dan Ketua Komnas HAM Drs. Ahmad Taufan Damanik, M.A.
Sebagai ulasan, referensi.elsam.or.id ; Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 adalah sebuah Undang-undang yang mengatur Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Secara historis UU Pengadilan HAM lahir karena amanat Bab IX Pasal 104 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999. Lahirnya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tersebut, Merupakan wujud dari kepedulian negara terhadap warga negaranya. Maka penyelesaian kasus HAM berat dilakukan dilingkungan Peradilan Umum.
Negara menyadari bahwa perlunya suatu lembaga yang menjamin akan hak pribadi seseorang. Jaminan inilah yang diharapkan nantinya setiap individu dapat mengetahui batas haknya dan menghargai hak orang lain. Sehingga tidak terjadi apa yang dinamakan pelanggaran HAM berat untuk kedepannya.
Dengan diundangkannya UU ini, memberikan kesempatan untuk membuka kembali kasus pelanggaran HAM berat yang penah terjadi di Indonesia sebelum diundangkan UU Pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 43-44 tentang Pengadilan HAM Ad Hoc.
Dan Pasal 46 tentang tidak berlakunya ketentuan kadaluwarsa dalam pelanggaran HAM yang berat. Masuknya ketentuan tersebut dimaksudkan agar kasus-kasus yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat diadili.
Dalam UU No. 26 Tahun 2000 hukum acara atas pelanggaran HAM berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang terdiri dari:
- Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan.
- Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penahanan.
- Komnas HAM sebagai penyelidik berwenang melakukan penyelidikan.
- Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penyidikan.
- Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penuntutan.
- Pemeriksaan dilakukan dan diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM.***
*Sumber: BPMI Setpres
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post