GARUT, Kabariku- Terhadap pemberitaan di Garut60detik Senin (27/12/2021) berjudul “Ini kata anggota DPRD Garut Fraksi Partai Demokrat Dadang Sudrajat atas masukan D’Ragam” yang menyatakan bahwa DPRD sudah melakukan rapim dan sepakat untuk mengundang praktisi dan beberapa orang akademisi yang independen untuk meminta masukan keilmuannya sehingga DPRD dapat melangkah secara objektif.
“Atas pernyataan ini, kami berpendapat bahwa; Pertama, hal tersebut diluar kelaziman atau menyimpangi prosedur yang ditentutan sebagaimana Peraturan Tata Tertib DPRD Garut Nomor 1 Tahun 2020, sebab,” kata Windan Jatnika, SE.,SH.
Koordinator SIAGA 8 ini menjelaskan, Masukan atau Pendapat ahli (akademisi) atau praktisi menjadi bagian dalam pansus, bukan pada pra pansus atau proses persetujuan atau pertimbangan perlu tidaknya pansus.
“Persetujuan atau pertimbangan perlu tidaknya pansus adalah kewenangan Fraksi-Fraksi di DPRD, sebagaimana ketentuan Pasal 67 ayat (1),” jelasnya.
Kedua, Istilah Rapat Pimpinan, lanjut disampaikan Windan, sebagaimana pernyataan tersebut bermakna Pimpinan DPRD, tentu prosedur ini tidak lazim.
“Oleh sebab semestinya dibahas pada Badan Musyawah (Bamus), bukan pada Rapim (Rapat Pimpinan DPRD/Ketua-Wakil Ketua DPRD) sebagaimana tugas dan fungsi pimpinan DPRD Pasal 52,” ujar Windan.
Ketiga, Menurut Windan, Hal ini perlu disampaikan sebab pentingnya mematuhi prosedur sebagaimana Tata Tertib DPRD dalam hal pembentukan pansus atau berkenaan dengan menjalankan fungsi pengawasan.
“Dimana, hal keempat, peran Fraksi-Fraksi di DPRD penting dalam memberikan usulan dan/atau tidak mengusulkan pembentukan pansus sebagaimana ketentuan pasal 67, dan/atau prosedur lainnya sebagaimana ketentuan pasal 22 ayat 3 huruf c dannpasal 159 ayat 4 huruf a dan b, serta Pasal 122 ayatn1 huruf m dan n,” beber Koordinator SIAGA 8.
Kemudian kelima, diungkapkan Windan, Pansus dimaksud tentu saja berkenaan dengan Menjalankan Hak Angket (Penyelidikan) sebagaimana pasal 85, 95, 96, 97, 98, 99 dan 100. Serta pasal 123 ayat 1 huruf h.
“Mempedomani pasal ini, maka kedudukan akademisi dan praktisi adalah dalam ruang lingkup pelaksanaan pansus (Panitia Angket) dalam memberikan kajian ilmiah apakah materi yang dibahas telah memenuhi unsur ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.
Jika terdapat keraguan dan/atau perlunya kehati-hatian, ujar Windan, bukanlah meminta pendapat akademisi atau praktisi untuk dapat tidaknya pansus dibentuk, melainkan dilakukan Konsultasi sebagaimana ketentuan 158 dan/atau melalui mekanisme Rapat Dengar Pendapat (RDP) atau Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
“Jika argumentasi perlunya pendapat akademisi atau praktisi menggunakan Pasal 87, tentu dimaksudkan bukan untuk proses memberikan pendapat perlu tidaknya pansus,” kata Windan.
“Oleh sebab pansus dibentuk atas pertimbangan dan putusan politis yang menjadi domeinnya (kewenangannya) fraksi-fraksi di DPRD melalui Rapat Badan Musyawarah, sebagai fraksi sebagai pengelompokan politik di DPRD,” jelasnya.
Atas dasar tersebut, SIAGA 8 menghimbau kepada DPRD Garut untuk melaksanakan fungsi pengawasannya mempedomani Tatib DPRD.
“Sehingga tidak merugikan para pihak dan Anggota DPRD dapat dikenai Sanksi atas pelanggaran Tatib pada Badan Kehormatan, atau Karena Berpolitik tidak berdasarkan Etika dan Hukum,” cetus Windan Jatnika, SE.,SH., Koordinator SIAGA 8.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post