KABARIKU – Gara-gara menebang 20 pohon di areal konsesi HTI (Hutan Tanaman Industri) PT. Arara Abadi di distrik 2 Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, untuk dijadikan kebun ubi, Bongku bin Jelodan (Alm) dituntut dengan tiga pasal berbeda sekaligus.
Bongku, yang merupakan masyarakat adat suku Sakai tersebut, didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melanggar Pasal 92 ayat (1) huruf a, kedua Pasal 82 ayat (1) huruf b dan ketiga Pasal 82 ayat (1) huruf c, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. JPU mendakwa Dongku telah melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin. Padahal sebagai bagian dari masyarakat adat Suku Sakai, Dongku merasa bahwa lahan yang akan ditanami ubi merupakan tanah ulayat Suku Sakai sejak dulu.
Dakwaan dibacakan dalam sidang perdana pada Senin (24/2/2020) pada pukul 14.30. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Endah Karmila Dewi. Kemudian Aulia Fatma Widnola dan Zia Ul Jannah Idris masing masing sebagai hakim anggota.
Sementara terdakwa Bongku didampingi penasehat hukum Noval Setiawan dari Tim Penasehat Hukum YLBHI-LBH Pekanbaru.
Dalam dakwaan disebutkan, pada 3 November 2019, Bongku berangkat dari kediamannya di KM 47 RT 01, RW 02, Dusun Duluk Songkal, Desa Koto Pait Beringin, Kecamatan Tualang Mandau, Kabupaten Bengkalis, ke lahan areal konsesi Hutan Tanaman Industri milik PT. Arara Abadi distrik 2, untuk melihat lahan yang akan dijadikan lahan menanam ubi.
Esoknya, Bongku datang lagi ke lahan tersebut dan mulai menebang pohon dengan menggunakan parang. Pohon yang ditebang di antaranya Eucalyptus dan akasia.
Namun baru menebang 20 pohon, Bongku ditangkap oleh Satpam PT. Arara Abadi yang pada saat itu sedang melakukan patroli rutin. Bongku dibawa ke Kantor Distrik PT. Arara Abadi KM 38 untuk dimintai keterangan, setelah itu, dibawa lagi ke Kantor Polsek Pinggir pada hari yang sama.
“Menurut Bongku, ia tahu bahwa lahan yang akan dijadikan lahan penanaman ubi tersebut masuk konsesi HTI PT. Arara Abadi, tapi ia merasa lahan tersebut adalah tanah ulayat suku Sakai sejak dahulu,” jelas Penasihat Hukum Noval Setiawan kepada Kabariku.
Oleh sebab itu, lanjut Noval, sebelum menebang pohon, Bongku meminta izin dulu kepada Saprin.
“Saprin juga seorang suku Sakai dan teman seperjuangan Bongku untuk mempertahankan tanah adat suku Sakai,” kata Noval.
Ditambahkannya, atas dakwaan tersebut, pihaknya akan mengajukan eksepsi pada Rabu, 4 Maret 2020. (Has)