Garut, Kabariku- Pasca menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi kepada lembaga Anti Rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kegiatan Bimtek perangkat Desa Kabupaten Garut yang diselenggarakan yayasan Lempana di Hotel Horison Bandung.
Asep Muhidin pemerhati kebijakan pemerintah melaporkan kembali dengan berkirim surat menyampaikan beberapa pertanyaan kepada lembaga anti rasuah tersebut.
“Setelah kami mendatangi gedung KPK pada tanggal 19 Januari 2023 yang diterima oleh tim KPK yang berjumlah 3 (tiga) orang, dan memberikan petunjuk-petunjuk yang relevan dengan materi yang dilaporkan serta dicatat oleh tim KPK. sampai saat ini saya selaku pelapor belum menerima progres perkembangan penanganannya,” kata Asep Muhidin. Senin (27/2/2023).
Karena sampai saat ini belum menerima informasi progres dari laporan tersebut, pihaknya kembali mengirimkan surat.
“Saya menyampaikan sekitar 13 (tiga belas) pertanyaan untuk dijawab dan dijelaskan oleh lembaga anti rasuah itu secara tertulis agar dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis formal,” ujarnya.
Ia menuturkan, Waktu pertemuan terakhir dulu pelapor sudah mengajukan pertanyaan, akan tetapi pihak KPK enggan menjawab secara tertulis.
“Mereka (KPK) beralasan bukan kewenangannya,” terangnya.
Pelapor menyebut, Dalam berdasarkan Pasal 10 ayat (2), ayat (3) Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan :
– Ayat (2) : Penegak Hukum wajib memberikan jawaban atas pertanyaan tentang laporn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak pertanyaan diajukan;
– Ayat (3) : penyampaian jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, Bahasa dalam pasal tersebut menekankan dengan kata “wajib” sehingga alasan KPK yang menyatakan bukan kewenangan sangat menciderai dan “memperkosa” nilai Pancasila dan hukum yang berlaku.
“Jangan seolah-olah KPK yang paling benar atau sebagai Tuhan didunia ini, sehingga ketika ada kekhilafan atau kesalahan enggan menerima masukan dan koreksi dari pihak luar,” ucap dia.
Pelapor pun menegaskan, Akan terus mengawal laporan ini untuk mendapatkan kepastian hukum, karena kalau ini dibiarkan berlarut-larut, jelas pelanggaran.
“Aparat Penegak Hukum itu tidak boleh menimbulkan ketidak pastian hukum terhadap suatu perkara yang ditanganinya, apalagi terkait dugaan korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime,” tukasnya.
Pelapor meminta dan mendorong KPK itu tidak bertidak mengatasnamakan divisi atau bidang.
“Karena kami melaporkan bukan kepada kepala bidang atau divisi tetapi kepada Lembaga KPK secara utuh,” katanya.
Lanjut dia, KPK memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menjalankan tugasya, yaitu Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Nah didalamnya mengatur bagaimana cara mereka bekerja dengan tim, bukan bekerja sendiri.
Padahal dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bisa dibaca dan dipahami tujuan dan makna Pasal 11 ayat (2).
“Intinya KPK harus dapat menjunjung tinggi norma hukum diantaranya yaitu asas kepastian hukum, jangan menciderai hukum dengan tidak memberikan kepastian hukum, kalau KPK sudah tidak mampu dan/atau tidak menerima laporan pengaduan masyarakat yang masih menilai dengan angka kerugian, bukan karena perbuatan, susah juga,” tandas Asep Muhidin.***
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post