Jakarta, Kabariku – Menjelang akhir Oktober 2025, wacana restrukturisasi manajemen di PT Freeport Indonesia dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) mencuat di publik. Sejumlah nama disebut dalam perbincangan tersebut, termasuk Frans Pigome, putra asli Papua asal Papua Tengah, yang diisukan menjadi calon kuat Presiden Direktur Freeport.
Informasi terkait peremajaan struktur manajemen ini menimbulkan perhatian luas, baik di kalangan industri tambang maupun masyarakat Papua. Bagi sebagian pihak, rencana ini dinilai sebagai momentum penting untuk mendorong pemberdayaan sumber daya manusia asli Papua dalam struktur kepemimpinan perusahaan tambang raksasa tersebut.
Anggota DPD/MPR RI asal Papua, Agustinus R. Kambuaya, SIP, SH, menyampaikan pandangannya terkait hal tersebut. Ia menilai, meskipun isu tersebut merupakan bagian dari urusan internal antara manajemen Freeport-McMoRan dan Inalum, penting bagi publik untuk melihatnya dalam konteks pembangunan berkeadilan dan keberpihakan terhadap sumber daya manusia lokal.
“Sebagai senator asal Tanah Papua yang membidangi sumber daya alam, saya menyampaikan pandangan ini agar menjadi rujukan, rekomendasi, dan inspirasi dalam mendorong semangat pemberdayaan serta keberpihakan kepada sumber daya manusia asli Papua yang telah berkarya dan berkiprah dalam perjalanan panjang PT Freeport maupun Inalum,” ujar Kambuaya dalam keterangan tertulis, Kamis (23/10/2025).
Kambuaya menegaskan, investasi bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai kemandirian bangsa. Ia menekankan pentingnya proses alih modal, alih teknologi, dan alih pengetahuan agar masyarakat Papua dapat menjadi tuan di tanahnya sendiri.
“Investasi bukan tujuan tetapi hanya pilihan pendekatan pembangunan, karena itulah tujuan kita untuk menjadi tuan di atas negeri sendiri melalui proses alih modal, alih teknologi, dan alih pengetahuan,” ujarnya.
Menurutnya, selama lebih dari lima dekade keterlibatan Papua dalam arus investasi Freeport, banyak anak muda Papua yang telah memperoleh pengalaman dan kemampuan dalam berbagai lini bisnis tambang. Mereka, kata dia, telah menguasai aspek manajemen, produksi, hingga pengendalian teknologi tinggi di industri besar seperti Freeport.
“Anak Papua yang bekerja dalam arus investasi pada 50 tahun ini telah banyak belajar dalam mata rantai bisnis Freeport. Mereka telah menguasai manajemen, produksi bahkan mengendalikan teknologi tinggi industri besar seperti Freeport,” ujar Kambuaya.
Karena itu, ia menilai sudah saatnya putra-putri Papua menempati posisi strategis di perusahaan tersebut. Frans Pigome, menurutnya, merupakan salah satu contoh nyata figur yang memiliki kompetensi sekaligus pemahaman mendalam tentang sistem kerja Freeport.
“Frans Pigome salah satu anak negeri wilayah Papua Tengah yang telah lama berkiprah bersama Freeport tentu mengetahui dan memahami alur kerja produksi, distribusi, dan bisnis dari Freeport,” kata Kambuaya.
“Sebagai pemilik gunung emas yang punya hak sekaligus sebagai karyawan Freeport yang memahami perjalanan Freeport tentu menjadi modal dan alasan yang kuat bahwa waktunya anak negeri menjadi tuan di atas negerinya sendiri,” lanjutnya.
Selain Frans Pigome, Kambuaya juga menyoroti Florentinus Beanal, pemuda asal Nemangkawi yang dinilainya layak untuk mendapat kesempatan duduk sebagai Komisaris Freeport.
“Selain Frans Pigome, pemuda asal Nemangkawi Florentinus Beanal juga merupakan pemuda produktif dari daerah penghasil emas, harusnya diberdayakan sebagai komisaris pada PT Freeport,” kata Kambuaya.
Menurutnya, langkah tersebut akan menjadi bentuk nyata keberpihakan terhadap masyarakat adat, khususnya tujuh suku pemilik Gunung Emas, yang selama ini menjadi bagian penting dari sejarah Freeport di Papua.
“Sudah waktunya anak negeri Papua, lebih khusus mereka yang berasal dari tujuh suku pemilik Gunung Emas yang Tuhan anugerahkan kepada mereka, menjadi pemimpin atas anugerah Tuhan itu,” tegasnya.
Kambuaya menambahkan, figur seperti Frans Pigome dan Florentinus Beanal memiliki potensi besar untuk menjadi penghubung antara kepentingan korporasi dan masyarakat adat.
“Frans Pigome dan Florentinus Beanal bisa menjadi jembatan yang menghubungkan titik temu antara interest korporasi Freeport dan masyarakat adat,” ujarnya.
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post