Jakarta, Kabariku – Hari Kartini tanggal 1 April tak hanya tentang mengenang perjuangan emansipasi masa lalu, tapi juga menjadi pengingat bahwa masih banyak perempuan di Jakarta yang berjuang di tengah ketimpangan dan keterbatasan. Di tengah geliat Jakarta sebagai kota megapolitan, masih ada ‘Kartini’ Jakarta yang terpinggirkan dan belum menikmati keadilan sosial secara utuh.
Perkumpulan GERAK Jakarta—yang awalnya dibentuk sebagai wadah relawan pendukung pasangan Pramono Anung dan Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024—kini bertransformasi menjadi organisasi warga yang aktif mengawal jalannya pemerintahan.
Di momen Hari Kartini ini, GERAK menyerukan pentingnya peran Gubernur dalam menjawab persoalan nyata yang dihadapi perempuan Jakarta.
Pekerjaan Rumah Gubernur untuk Perempuan Jakarta:
- Tingginya Kasus Kekerasan Perempuan
Selama tahun 2024, tercatat 1.374 kasus kekerasan terhadap perempuan di Jakarta—naik 11% dari tahun sebelumnya. Kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual di ruang publik menjadi yang tertinggi. Ironisnya, jumlah rumah aman di seluruh Jakarta hanya tujuh, jauh dari cukup untuk memberikan perlindungan yang layak.
- Perempuan Kepala Keluarga dalam Kerentanan Ekonomi
Sebanyak 367.000 rumah tangga di Jakarta dipimpin oleh perempuan, mayoritas berpenghasilan di bawah UMP dan bekerja di sektor informal. Namun, akses mereka terhadap program bantuan seperti rusun subsidi, BPJS, atau dukungan usaha mikro terhambat oleh syarat administratif yang rumit.
- Ketimpangan Akses terhadap Ekonomi dan Pendidikan
Meski Indeks Pembangunan Gender (IPG) Jakarta adalah yang tertinggi di Indonesia, masih banyak perempuan di wilayah padat seperti Jakarta Utara dan Barat yang belum mendapat pelatihan kerja atau kesempatan usaha produktif. Ketimpangan ini mencerminkan bahwa angka statistik belum menyentuh realitas lapangan.
- Minimnya Representasi Perempuan dalam Pengambilan Kebijakan
Dari 106 anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019–2024, hanya 18 orang yang perempuan. Hal ini menyulitkan terwujudnya perspektif gender dalam kebijakan publik. Pengarusutamaan gender (PUG) masih sebatas dokumen formal dan belum menyatu dalam kebijakan anggaran maupun layanan nyata.
- Ruang Publik yang Belum Aman untuk Perempuan
Sebanyak 83% perempuan di Jakarta mengaku pernah mengalami pelecehan di ruang publik, terutama di transportasi umum. Program seperti pemasangan CCTV dan Satgas Pelindung Perempuan belum maksimal karena kurangnya edukasi dan integrasi antarinstansi.
Seruan GERAK: Kebijakan yang Berpihak, Bukan Sekadar Seremonial
Dalam pernyataannya, GERAK Jakarta menyampaikan lima poin seruan konkret kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta:
- Meningkatkan anggaran perlindungan perempuan dan anak hingga dua kali lipat.
- Membangun sistem layanan satu pintu berbasis komunitas untuk korban kekerasan.
- Menghadirkan program ekonomi afirmatif di tingkat kelurahan, khusus bagi perempuan kepala keluarga dan pekerja informal.
- Melakukan audit gender atas seluruh kebijakan strategis gubernur.
- Melibatkan organisasi perempuan dan komunitas warga dalam proses pengawasan kebijakan.
“Hari Kartini bukan sekadar hari mengenang masa lalu, tapi momentum untuk mengoreksi arah pembangunan. Bagi GERAK, Jakarta hanya bisa maju jika perempuannya tidak ditinggalkan,” jelas Ketua Umum GERAK Dhini M.
Ia menambahkan, kota ini membutuhkan pemimpin yang tak hanya hadir di ruang publik, tapi juga di ruang hidup nyata perempuan: mendengar, memahami, dan bertindak.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post