Jakarta, Kabariku- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kapuas, Ben Brahim S Bahat (BBSB) Bupati Kapuas periode 2013-2018 dan 2018-2023 sebagai tersangka kasus pemotongan anggaran dan suap di lingkungan Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah.
BBSB ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan istrinya, Ary Egahni (AE) Ben Bahat yang merupakan Anggota DPR RI periode 2019–2024 dari Fraksi NasDem.

KPK telah mengantongi bukti permulaan yang cukup terhadap penetapan tersangka pasangan suami istri (pasutri) tersebut. Hal itu, sejalan dengan telah ditingkatkan status perkara dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
“Saat ini KPK telah melakukan penyidikan dan menetapkan pihak sebagai tersangka terkait dugaan korupsi oleh penyelenggara negara,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dikutip Rabu (29/3/2023).
Dalam keteranganya, Bupati Kapuas dan istrinya diduga telah meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau kepada kas umum.
Namun, kata Ali, seolah-olah para pegawai negeri memiliki utang pada penyelenggara negara tersebut. Padahal diketahui hal tersebut bukanlah utang.
“Para tersangka tersebut diduga pula menerima suap dari beberapa pihak terkait dengan jabatannya sebagai penyelenggara negara,” kata Ali.
Sementara itu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan, KPK menetapkan dua orang Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan anggaran dan penerimaan suap di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para Tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 28 Maret s.d 16 April 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih,” kata Johanis Tanak.
Konstruksi Perkara
Johanis Tanak mengungkapkan, dalam konstruksi perkara ini Tersangka BBSB diduga menerima fasilitas dan sejumlah uang dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab. Kapuas dan beberapa pihak swasta.
Kemudian Tersangka AE diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan antara lain dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah.
Dimana sumber uangnya berasal dari berbagai pos anggaran resmi pada SKPD di lingkungan Pemkab. Kapuas.
“Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima BBSB digunakan antara lain untuk biaya operasional dalam pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah, serta keikutsertaan AE dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI pada tahun 2019,” ungkapnya.
Kemudian terkait pemberian izin lokasi perkebunan di Kabupaten Kapuas, BBSB diduga menerima sejumlah uang dari pihak swasta.
“Mengenai besaran uang yang diterima BBSB dan AE sejauh ini sejumlah sekitar Rp8,7 Miliar,” ujarnya.
Atas perbuatannya, para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Johanis Tanak menegaskan, KPK telah melakukan identifikasi risiko korupsi pada modus ini, dan terus melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah melalui Monitoring Centre fo Prevention (MCP).
“Dengan salah satu fokus areanya adalah manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Agar tata kelola ASN, mulai dari rekrutmen, mutasi, ataupun promosi, terhindar dari praktik-praktik korupsi. Termasuk pungutan oleh Kepala Daerahnya,” tutupnya.***
*Siaran Pers-18/HM.01.04/KPK/56/03/2023
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post