Jakarta, Kabariku- PT Nusa Halmahera Minerals (PT. NHM) adalah sala satu perusahan emas terbesar di Maluku Utara, perusahan tersebut awalnya saham mayoritas dimiliki “NEWCRESR AUSTRALIA”.
Pada awal tahun 2020, dengan amanat regulasi bahwa semua investasi asing tidak boleh lebih dari saham nasional. Mulai dari BUMD, BUMN, swasta lokal dan swasta nasional.
Di NHM sendiri, saham mayoritasnya adalah swasta-nasional sebut saja PT. Indotan Halmahera Bangkit (IHB).

Hal tersebut diungkapkan, Koordinator lapangan Betran Sulani dari organisasi Hipma-Halut (Himpunan Mahasiswa Halmahera Utara) usai menggelar aksi di Kementrian ESDM dan Kantor Pusat NHM di Jakarta, pada Rabu (1/2/2023).
“Dengan adanya disvestasi yang dimiliki oleh anak negeri. Menurut kami, ini adalah angin segar untuk lebih optimis bahwa SDA yang dikerut dari bumi kami tidak lagi dinikmati oleh orang asing dan bisa di peruntukkan untuk membantu masyarakat Maluku Utara secara khusus dan Indonesia secara umum,” ucap Betran.
Karna, dijelaskannya, kalau flash back ke belakang, pengalaman Newcrest Australia terhadap masyarakat lokal adalah catatan buruk selama beroperasi.
“Olehnya itu dengan hadirnya PT. IHB bisa menjadi harapan baru untuk masyarakat yang ada di wilayah lingkar tambang,” ujarnya.
Ironisnya, semua berbanding terbalik. Pihaknya menyebut, ada beberapa catatan peristiwa yang ditemui, bahwa swasta nasional yang hari ini mengeruk hasil bumi Halmahera justru membawa masyarakat lokal ke alam ketakutan, kecurigaan dan sebagainya (paranoid).
Adapun peristiwa yang terjadi selama PT. IHB beroperasi di bumi halmahera.
“Dalam penglihatan kami, pada tahun 2020 sejak masuknya PT. IHB banyak sekali harapan yang dimiliki masyarakat lingkar tambang,” katanya.
Betran pun mengungkap, Pertengahan tahun 2020 ada pertemuan yang dilakukan oleh masyarakat lingkar tambang dan pihak perusahan, pertemuan tersebut ada beberapa bagian karna melibatkan semua sektor, diantaranya; Sektor Mahasiswa, Pemuda Adat, Lembaga Adat dan Kepala-kepala Desa serta Camat di 5 Kecamatan.
Hasil pertemuan tersebut, merekomendasikan banyak hal. Secara prinsip adalah bagaimana masyarakat lingkar tambang bisa keluar dari alam kemiskinan dan dilindungi dalam hal apapun.
Di akhir tahun 2020, mulailah letupan-letupan kecil lahir dari anak negeri yang merasa semua kesepakatan diabaikan oleh pihak perusahan, tetapi itu tidak berlangsung lama.
“Sejatinya, kita ketahui bersama bahwa dalam sistem kapitalisme alat negara akan digunakan untuk memukul mundur rakyatnya sendiri. Polri yang seharusnya melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat justru melayani korporat yang notabenenya hanya mencari keuntungan di tanah adat kami,” beber Betran.
Lebih jauh Betran menyebut, Tekanan-tekanan yang dilakukan perusahan melalui tangan negara terus berlanjut, bahkan ada yang masuk penjara dengan tuduhan yang tidak berdasar.
Menyampaikan pendapat didepan umum adalah hak semua orang dan itu dilindungi oleh undang-undang.
Tetapi di Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara tidak terjadi demikian. Alhasil suara-suara kritis itu ‘dipukul’ mundur oleh pihak perusahan melalui tangan Polisi.
Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) adalah amanat UU serta turunannya, sudah sepatutnya perusahan tunduk dan menjalankan, tetapi pada kenyataannya sudah dari tahun 2021-2023 belum ada yang dijalankan.
Pun program pemberdayaan lain, bagaimana kerja sama antara UMKM lokal dengan perusahan, ini sangat sangat disesali oleh masyarakat lokal. Karna proses pembayaran yang tidak manusiawi. Dalam kontrak formal bahwa pembayaran dalam waktu 120 hari.
“Hal ini saja menurut kami tidak ada niat baik untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat lokal,” tukas Betran.
Tidak hanya sampai disitu, kesepakatan 120 hari pembayaran yang sudah tidak manusiawi masih saja lalai, hari ini ada beberapa hal yang terjadi di lapangan bahwa pembayaran mitra kerja sudah hampir 180 hari belum saja di bayarkan.
“Ini bukan pemberdayaan namanya, tetapi membunuh masyarakat lokal secara halus,” cetusnya.
Adapun hal lain yang menurutnya sungguh ironis dan menjijikan. Dipertengahan tahun 2021 tepatnya bulan Agustus, Koperasi Tambang Rakyat Gosowong (TRG) resmi memulai beroperasi.
“Operasi pertambangan rakyat ini juga, menurut kami penuh kejanggalan dan sangat tidak manusiawi,” ucap dia.
Pertama, semua akomodasi di tanggung kelompok masing-masing, sedangkan hasil yang di dapat oleh penambang harus setor ke perusahan induk dalam hal ini PT. NHM/IHB.
Kedua, proses pengelolaan sampai dengan hasilnya tidak diketahui oleh penambang.
Ketiga, harga emas yang dibayar hanya dengan harga Rp. 300.000/gram, padahal harga emas hari ini naik secara signifikan.
Keempat, perjanjian bersama bahwa setiap 14 hari harus di lakukan pembayaran tetapi pada kenyataannya tidak.
Disebutkan, beberapa hari lalu beredar diberbagai media bahwa Ketua Koperasi Tambang Rakya Gosowong (TRG) Boy Humune ditangkap polisi dengan tuduhan “Penipuan Terhadap Karyawan”.
Namun, dalam selang beberapa waktu ada aksi protes dari karyawan TRG dengan tuntutan agar transparansi pembayaran hak-hak penambang dengan tujuan agar semua bisa terang benderang.
Ironisnya lagi, ketika semua pengurus TRG mau melakukan pencocokan data pihak managemant PT. NHM/IHB menolak melakukan itu.
Kemudian pihak PT. NHM tetap melakukan proses hukum atas tuduhan penipuan, dalam proses tersebut mengalami kejanggalan yang sanga luar biasa, penetapan tersangka tidak sesuai dengan norma hukum yang berlaku.
Ketika kuasa hukum merasa bahwa kliennya dirugikan, kemudian melakukan Praperadilan.
H-1 waktu sidang Praperadilan keluar P-21. Hasil penelusuran ternyata semua data fiktif bahkan mencaplok tanda tangan salah satu dokter bahwa tersangka telah melakukan swab.
“Menurut hemat kami, ini adalah cara-cara kapital untuk mengkambinghitamkan para pekerja dengan cara politik pecah belah atau devide et impera,” terangnya.
Pertanyaan besar yang muncul, kenapa segala persoalan internal harus berurusan dengan Polisi?
“Apakah karna kami di kampung yang terpelosok sehingga menakut-nakuti seperti itu?” tanyanya.
Dengan adanya berbagai macam peristiwa yang terjadi, pihaknya meminta, Pertama, Mendesak Kementrian ESDM untuk memanggil dan evaluasi Pengelola CSR PT. NHM, dan kedua, Mendesak PPM sebagaimana yang diamanatkan dalam UU no 40 tahun 2007.***
Red/K.101
BACA juga Berita menarik Seputar Pemilu KLIK disini
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post