Jakarta, Kabariku – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai Program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum memiliki dasar hukum yang jelas. Hal itu ia sampaikan dalam podcast Terus Terang yang tayang di kanal YouTube pribadinya, Mahfud MD Official, Rabu (1/10/2025).
“Apa dasar hukum MBG? Perpres, PP, UU, atau apa? Kalau ditarik secara umum, sejauh ini tidak ditemukan,” ujar Mahfud.
Ia menekankan, selama ini pelaksanaan MBG hanya berdasarkan keputusan rapat dan alokasi anggaran APBN, tanpa aturan rinci mengenai tata kelola dan siapa yang bertanggung jawab.
“Kepastian hukum itu penting agar pihak pelaksana maupun masyarakat mengetahui konsekuensi jika terjadi pelanggaran,” tegasnya.
Istana: Presiden Segera Teken Tata Kelola MBG
Terpisah, Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko memastikan Presiden Prabowo Subianto segera menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) tentang tata kelola Badan Gizi Nasional (BGN).
“Sedang diajukan ke Presiden. Jadi dalam waktu dekat Presiden akan tanda tangan,” kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Bambang menuturkan, penyusunan tata kelola BGN sebenarnya sudah dipersiapkan jauh sebelum kasus keracunan massal MBG muncul. Penandatanganan ditargetkan sebelum 5 Oktober 2025, dengan harapan program MBG memiliki payung hukum yang lebih kuat.
“Substansi Perpres mencakup koordinasi lintas kementerian, standar pelaksanaan program, hingga sertifikasi makanan,” ujarnya. Ia menambahkan, aturan teknis akan dijabarkan melalui SOP dan sertifikasi makanan agar distribusi dan produksi lebih teratur.
SIAGA 98: Pola SPPG-Vendor Dikelola Komite Sekolah
Sementara itu, menanggapi Mahfud MD, Hasanuddin, Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 1998 (SIAGA 98), menegaskan bahwa Program MBG sebenarnya memiliki dasar hukum yang jelas.
“MBG merupakan bagian dari sasaran pemenuhan gizi yang menjadi tugas Badan Gizi Nasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 dan 4 Perpres Nomor 83 Tahun 2024,” ujarnya.
Hasanuddin yang juga Ketua IRC for Reform menjelaskan, Pasal 5 memperjelas peserta didik PAUD hingga pendidikan dasar adalah sasaran program ini.
Menurut Hasanuddin, yang dimaksud Mahfud adalah penguatan operasional dan tata kelola pelaksanaan MBG melalui Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG).
“Hal ini sepenuhnya menjadi kewenangan BGN dan dapat diatur melalui keputusan Kepala BGN sebagai bagian dari fungsi kebijakan teknis,” terangnya.
Oleh karena itu, IRC for Reform berharap Presiden Prabowo Subianto dapat melakukan evaluasi Peraturan Presiden era Jokowi dengan cermat dan hati-hati.
“Presiden sejatinya telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya serta menepati janji politik dengan menjadikan Program MBG sebagai prioritas nasional,” ucapnya.
Sementara itu, dipertegas Hasanuddin, hal-hal teknis dan prosedural merupakan tanggung jawab penuh BGN, dan jangan sampai kekeliruan yang terjadi dalam pelaksanaan program ini kemudian dibebankan kepada Presiden.
“IRC for Reform meminta hal tersebut di evaluasi terbatas pada hal operasionalisasi pelaksanaan MBG pola SPPG-Vendor menjadi Dikelola Komite Sekolah dengan Aktivasi Kantin Sekolah. Dan hal ini cukup dengan keputusan kepala BGN,” tandasnya.
Sebagai informasi, data BGN mencatat setidaknya 70 kasus insiden keamanan pangan MBG 2025, dengan total 5.914 penerima manfaat terdampak. Rinciannya, Kota Bandar Lampung 503 orang, Kabupaten Lebong Bengkulu 467 orang, Kabupaten Bandung Barat 411 orang, Kabupaten Banggai Kepulauan 339 orang, dan Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta 305 orang.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post