Pemenuhan konten lokal dalam rancangan Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran menjadi salah satu pembahasan utama Komisi I DPR RI. Pemenuhan konten lokal ini dinilai sangat penting diantaranya untuk menekan dominasi program tayangan dari luar negeri.
“Sebagai pilar kedaulatan informasi, konten lokal menjadi pertahanan terhadap dominasi konten asing atau global. Maka dari itu, apa yang ditampilkan adalah siaran yang memiliki relevansi sosial atau relevan dengan kehidupan, nilai, dan kebutuhan masyarakat,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, dalam kegiatan Dialog Tematik bertema “Upaya Pemenuhan Konten Lokal di Lembaga Penyiaran”, yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Rabu (22/10/2025) di Kantor KPI Pusat, Jakarta.
Berkaitan hal itu, lanjut Dave, diperlukan optimalisasi penayangan konten lokal melalui penguatan mekanisme komunikasi dan kolaborasi. Selain itu, juga harus ada pengawasan yang maksimal dengan dukungan peningkatan kapasitas SDM (sumber daya manusia), kualitas konten, serta rancangan konsep dan format ruang dialog konten lokal.
“Untuk menempuh itu diperlukan kemitraan strategis antara pemerintah dan DPR, khususnya Komisi I untuk secara berkelanjutan melakukan penguatan kebijakan yang inklusif, serta memperkuat koordinasi dan sinergi antara KPI, KPID, dan asosiasi lembaga penyiaran untuk mendorong hal tersebut sesuai prinsip keberagaman dan kepentingan publik sebagaimana diatur dalam P3SPS,” ujar Dave Laksono.
Dalam kesempatan ini, Dave menyoroti keterlambatan regulasi dalam mengimbangi laju perkembangan teknologi. Menurutnya, Revisi UU Penyiaran yang sudah dibahas sejak 2012 perlu segera diselesaikan agar mampu menjawab tantangan digitalisasi dan redefinisi penyiaran.
Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, dalam sambutannya di kegiatan ini, mengaitkan semangat perjuangan santri dengan perjuangan mempertahankan keberagaman konten di tengah dominasi arus informasi global. Kebetulan kegiatan dialog ini bersamaan dengan peringatan Hari Santri Nasional.
Menurut Ubaid, kewajiban 10% konten lokal menjadi instrumen penting menjaga kedaulatan informasi dan identitas budaya daerah, namun pelaksanaannya masih menghadapi banyak kendala. “Hari ini jadi refleksi perlu ada yang dibenahi untuk menguatkan konten lokal dengan penyesuaian yang diperlukan. Mari kita diskusikan dengan pandangan koheren dan obyektif, berdiri moderat di antara kepentingan konten lokal dan ekonomi,” ujarnya di depan jajaran komisioner dari KPI Pusat dan KPID, serta asosiasi lembaga penyiaran.
Di sesi paparan, secara bergantian, KPID dan Asosiasi lembaga penyiaran menyampaikan serangkaian persoalan terkait minimnya produksi konten lokal di daerahnya. Pertama, belum adanya keseragaman definisi dan pedoman teknis yang rinci mengenai konten lokal sehingga terjadi perbedaan implementasi di tiap daerah. Kedua, keterbatasan anggaran dan SDM di masing-masing lembaga penyiaran menyebabkan banyak stasiun berjaringan menutup biro di daerah dan mengurangi produksi konten. Ketiga tingginya biaya sewa MUX (multiplexing), perubahan pengaturan IPP menjadi per provinsi, serta lemahnya dukungan pemerintah daerah. Itulah berbagai hal yang menyebabkan konten lokal sulit terpenuhi 10 persen dan kerap tayanh di waktu dini hari.
Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah, mencoba memberikan solusi terkait keberlanjutan konten dari mahasiswa perguruan tinggi. Kerja sama ini, lanjutnya, jangan bersifat individu tapi berbasis lembaga agar bisa berkelanjutan. “Biar berlanjut kontennya, jangan perorangan tapi dilembagakan,” tegasnya
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, menyampaikan perlu ada langkah besar dengan menghadirkan kebijakan penyiaran baru yang relevan dengan kondisi saat ini.
“Kita semua paham bagaimana kondisi yang dihadapi asosiasi, tapi daerah juga butuh informasi yang ada di daerahnya disebarluaskan. Makanya perlu ada relevansi dan titik temu agar demokratisasi penyiaran dengan mewujudkan konten yang beragam terpenuhi. Dengan kehadiran Komisi I di sini, mudah-mudahan bisa jadi amunisi ketika membahas revisi UU Penyiaran,” pungkas Tulus Santoso. ***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com




















Discussion about this post