Jakarta, Kabariku – Inisiatif penulisan ulang Sejarah Nasional Indonesia yang digagas Kementerian Kebudayaan menuai apresiasi luas, termasuk dari kelompok aktivis reformasi, IRC Reform (Indonesia Raya Club for Reform) dan Simpul Aktivis 1998 (SIAGA 98).
Dalam pernyataannya, IRC Reform menyampaikan apresiasi dan dukungan kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam upayanya menulis sejarah nasional.
Hasanuddin, Ketua IRC Reform menyebut, upaya ini sebagai bagian penting dari strategi kebudayaan bangsa menuju Indonesia Raya yang berdaulat, berbudaya, dan dihormati dunia.
Hasanuddin menegaskan, bahwa sejarah bukan sekadar catatan kronologis peristiwa, tetapi harus menjadi cermin nilai-nilai luhur bangsa yang menjunjung tinggi kesatuan, harmoni, dan semangat kebangsaan.
“Penulisan sejarah harus mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang beradab, berbudaya, dan memiliki jiwa patriotik,” ujarnya.
Selama beberapa dekade, narasi sejarah nasional Indonesia dinilai masih terlalu didominasi oleh sudut pandang politik kekuasaan, dengan banyak catatan penting yang luput atau ditulis dengan bias kepentingan.
Karena itu, revisi dan penulisan ulang sejarah menjadi kebutuhan mendesak agar sejarah Indonesia dapat ditampilkan secara utuh, objektif, dan berkeadilan.
Inisiatif ini muncul di tengah semangat kebangkitan nasional yang digaungkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam rangka mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Langkah Menteri Kebudayaan menggandeng Komisi X dan Komisi III DPR RI, para sejarawan, akademisi, hingga pelaku sejarah dinilai sebagai bentuk kolaborasi strategis dalam membentuk narasi kebangsaan yang inklusif dan progresif.
“Sejarah nasional ini harus menjadi dokumen kebudayaan, bukan sekadar catatan kekuasaan. Catatan sejarah kekuasaan biarlah ditulis sebagai catatan kaki oleh masing-masing penguasa. Tapi sejarah bangsa harus menyatukan, bukan memecah,” kata Hasanuddin.
Catatan Sejarah untuk Dunia Internasional
Menurut Hasanuddin yang dikenal sebagai Koordinator SIAGA 98, sejarah nasional bukan hanya penting bagi generasi penerus, melainkan juga sebagai referensi global yang mencerminkan identitas dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia.
“Kita tidak boleh lupa sejarah, seperti pesan Bung Karno. Tapi yang terpenting, kita harus menulis sejarah yang tidak diliputi dendam, melainkan sejarah yang membangun rekonsiliasi dan masa depan bersama,” tegas Hasanuddin.
Menuju Indonesia Raya
Penulisan sejarah yang berpihak pada nilai kebangsaan, etika Timur, dan kekayaan budaya lokal akan menjadi pondasi penting dalam membangun peradaban masa depan.
SIAGA 98 melihat proses ini sebagai strategi kebudayaan jangka panjang untuk memperkuat identitas nasional sekaligus menjadi sumber inspirasi dalam menghadapi tantangan global.
“Penulisan sejarah nasional saat ini adalah bagian dari strategi besar menuju Indonesia Raya yang berdaulat secara budaya dan dihormati di kancah internasional,” tutup Hasanuddin.*
Rilis tayang di Sorot Merah Putih
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post