Jakarta, Kabariku – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, angkat suara menanggapi putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi masa hukuman penjara terhadap mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov), melalui mekanisme peninjauan kembali (PK).
Tanak menyayangkan langkah MA yang justru meringankan hukuman terhadap terpidana kasus mega korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) tersebut.
Tanak menilai bahwa seharusnya lembaga peradilan memberikan hukuman berat sebagai bentuk efek jera, bukan malah memberikan keringanan.
“Sudah selayaknya pelaku tindak pidana korupsi dihukum seberat-beratnya, seperti yang dilakukan almarhum Hakim Agung Artidjo Alkostar, bukan dihukum seringan-ringannya,” tegas Tanak dalam keterangan tertulis, Kamis (3/7/2025) malam.
Menurut Tanak, korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang merusak sendi-sendi pembangunan dan menyakiti kepercayaan publik terhadap negara.
Tanak yang berlatar belakang Jaksa ini pun menyinggung pentingnya tanggung jawab moral para Hakim dalam menjatuhkan vonis, terlebih dalam perkara besar seperti kasus Setya Novanto.
“Putusan hakim bukan hanya dipertanggungjawabkan di hadapan manusia, tapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. Vonis terhadap koruptor seharusnya mencerminkan keadilan substantif, bukan sekadar formalitas hukum,” imbuhnya.
Mengingat Kasus Korupsi Setya Novanto
Setya Novanto divonis bersalah dalam kasus korupsi proyek KTP-el tahun anggaran 2011–2012 di Kementerian Dalam Negeri dengan nilai proyek mencapai Rp5,9 triliun. Negara disebut mengalami kerugian lebih dari Rp2,3 triliun akibat praktik korupsi yang terorganisir itu.
Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta tahun 2018, Setnov dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, denda Rp500 juta, serta membayar uang pengganti sebesar USD7,3 juta.
Ia terbukti menerima bagian dari aliran dana korupsi dan menggunakan posisinya sebagai Ketua Fraksi Golkar sekaligus Ketua DPR RI untuk mengatur pemenang tender.
Namun, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK Setnov dan memutuskan mengurangi masa hukumannya menjadi 12 tahun 6 bulan penjara.
Setnov tetap diwajibkan membayar denda dan uang pengganti, namun nilai yang harus dikembalikan dikurangi sejumlah dana yang telah dititipkan ke penyidik KPK.
Kritik atas Putusan MA
Putusan pengurangan hukuman tersebut langsung memicu kritik keras dari berbagai pihak.
Tanak menilai keputusan ini berpotensi melemahkan semangat pemberantasan korupsi dan menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
“Hal seperti itu yang perlu dilakukan agar orang takut, ada efek jera melakukan tindak pidana korupsi yang sangat meresahkan rakyat, selaku pemilik uang yang dipungut oleh negara,” kata Tanak.
Ia menegaskan, pengurangan hukuman terhadap koruptor besar seperti Setya Novanto tidak sejalan dengan cita-cita reformasi hukum dan keadilan bagi rakyat.
“Pengurangan masa tahanan ini tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi,” tandasnya.*
Berita Terkait :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post