Jakarta, Kabariku – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa tersangka Harun Masiku diduga tidak memiliki kapasitas finansial untuk membiayai sendiri praktik suap yang dilakukannya dalam kasus pengurusan calon anggota DPR RI periode 2019-2024.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa hasil analisis profil ekonomi terhadap Harun Masiku menunjukkan keterbatasan kemampuan finansial.
Oleh karena itu, Tim Penyidik KPK kini mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang turut mendanai tindakan korupsi tersebut.
“Kalau kami profiling secara ekonomi, dia (Harun Masiku) tidak memiliki kemampuan untuk melakukan suap secara mandiri,” ujar Asep saat dikonfirmasi Sabtu (12/04/2025).
Sejauh ini, penyidik mencurigai adanya sumber dana lain di luar Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, KPK saat ini tengah mendalami dari mana Harun memperoleh dana suap yang diperkirakan mencapai antara Rp800 juta hingga Rp1 miliar.
“Kalau tidak salah Rp800 juta sampai Rp1 miliar ya untuk suapnya itu. Nah, ini dari mana yang selebihnya?” tambah Asep.
Dalam pengembangan kasus tersebut, KPK pada 24 Desember 2024 lalu menetapkan dua tersangka baru, yakni Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah.
Penetapan ini memperluas spektrum penyidikan yang tak hanya menyoroti pelarian Harun, tetapi juga dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dalam skema besar korupsi politik di balik penetapan anggota legislatif.
Salah satu arah penyelidikan KPK mengarah pada Djoko Sugiarto Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Djoko dipanggil sebagai saksi oleh penyidik KPK pada Rabu, 9 April 2025, guna mendalami kemungkinan keterlibatannya atau pengetahuannya terkait sumber dana Harun Masiku.
Menurut Asep, terdapat dugaan awal adanya pertemuan antara Harun dan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia, yang diduga berkaitan dengan aliran dana untuk suap.
“Dugaan kami, ada pertemuan di Kuala Lumpur beberapa saat sebelum terjadinya peristiwa suap, yakni antara saudara JC (Djoko Tjandra) dengan HM (Harun Masiku),” ungkapnya.
Namun demikian, seusai pemeriksaan, Djoko Tjandra membantah mengenal atau pernah bertemu dengan Harun Masiku.
“Saya tidak kenal Harun Masiku,” katanya singkat kepada awak media.
Sebagai informasi, Djoko Tjandra pernah menjadi terdakwa skandal pencairan utang Bank Bali dari tiga bank yang diambil alih Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2019.
Melalui PT Era Giat Prima, ia mendapatkan hak tagih dengan komisi Rp546 miliar, yang sebagian mengalir ke pejabat dan politisi.
Djoko ditetapkan sebagai tersangka kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, namun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 28 Agustus 2020 membebaskannya dari segala tuduhan karena menilai kasus harus diselesaikan secara perdata.
Kasus yang Terus Berkembang
Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota legislatif terpilih 2019-2024.
Harun Masiku resmi masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020 setelah mangkir dari sejumlah panggilan penyidik.
Dalam pengembangan kasus tersebut, KPK kembali menetapkan dua tersangka baru pada 24 Desember 2024, yakni Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah.
Penetapan ini memperluas fokus penyidikan, yang kini tidak hanya menyoroti pelarian Harun, tetapi juga kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain dalam jaringan korupsi politik.
Asep menegaskan bahwa KPK akan terus memburu pihak-pihak yang terlibat dan memastikan penegakan hukum tetap berjalan, meskipun aktor utama masih dalam pelarian.
“Penegakan hukum tidak boleh berhenti hanya karena pelaku utamanya belum tertangkap. Kami terus bekerja untuk mengungkap seluruh rangkaian peristiwa ini,” tandasnya.*K.101
Baca juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post