GARUT, Kabariku- Diduga adanya penyalahgunaan aturan kebijakan terkait aturan kebijakan mengenai Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal itu disampaikan Tatang Ahmad, anggota KA FoSSEI (Korp Alumni Forum Silaturahmi Study Ekonomi Islam) kabupaten Garut.
Tatang Ahmad menyebutkan banyaknya “oknum” Pendamping Desa Pemberdayaan dan Perogram Keluarga Harapan serta, Tenaga pendamping Masyarakat BBWS yang diduga “Double-Job” atau punya Pekerjaan Ganda yang tetap lainnya, sehingga menarik untuk dipertanyakan.
“Mengapa? Sebab kalau kita merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) bahwa PDP tersebut merupakan bahagian dari ASN. Hal ini bisa kita lihat Pada Pasal 1 Ayat (1) dan Ayat (2) tentang definisi ASN,” kata Tatang. Kamis (14/4/2022).
Tatang merincikan, Pasal 1; Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1) Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah;
2) Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan “ demikian definisi ASN sesuai Pasal 1 Ayat (1) dan (2).
Dijelaskannya, Berdasarkan defenisi ASN sesuai Pasal 1 UU No 5 Tahun 2014 tersebut dapat disimpulkan bahwa ASN tersebut bukan hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetapi juga setiap orang yang menjadi Pegawai Pemerintah.
Dengan Perjanjian Kerja yang bekerja pada Instansi Pemerintah yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi Tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
“Oleh karena itu, Peraturan yang berlaku bagi PNS seyogyanya juga berlaku secara automatis kepada ASN khusunya terkait Kode Etik dan Penerapan Sanksi lainnya,” ungkapnya.
Dilain sisi, Tatang menyebut, secara aturan dalam Pendamping PKH Berdasarkan Peraturan Kementerian Sosial Republik Indonesia No. 249/LJS.JS/BLTB/07/2014 tentang Kriteria Rangkap Pekerjaan Bagi Pegawai Kontrak Pelaksana Program Keluarga Harapan (PKH) di Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota maka setiap Pendamping PKH tidak diperbolehkan rangkap pekerjaan.
“Peraturan ini harus ditegakkan untuk menjaga profesionalisme Pendamping PKH dan kesuksesan program ini dalam pengentasan kemiskinan peserta PKH,” kata Tatang.
Lebih jauh Tatang mengatakan, Terkait hal ini juga masih banyak contoh kasus yang terjadi dan terkonfirmasi di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.
Dimana seorang Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP) dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang diangkat berdasarkan Surat Perintah Tenaga Pendamping Profesional pada Program Pendamping Desa dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dan Kepala Dinas Sosial Provinsi serta Dinas Kabupaten (Dinsos).
“Banyak yang mengetahui namun dibiarkan, ternyata disinyalir masih mempunyai pekerjaan tetap lainnya (Double-Job) sebagai pendamping PKH dan Rutilahu bangunan 2022,” terangnya.
Pihaknya berharap ada tindakan tegas dan ada pergantian secara profesional
“Diharapkan Dinas terkait menindak dengan tegas dan mengganti dengan yang lebih membutuhkan serta profesional dibidangnya, jangan hanya itu itu saja yang ujung-ujungya ada kedekatan secara keluarga ataupun emosional tidak memperhatikan Aturan dan Hasil Akademisi atau Nilai dalam tes-nya,” tutupnya.***