Kabariku- Menteri dalam Negeri (Mendagri) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D., mengeluarkan aturan baru terkait pencatatan nama pada sejumlah dokumen kependudukan.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan.
Aturan yang terdiri dari 9 pasal ini ditetapkan pada 11 April 2022 dan telah diundangkan pada 21 April 2022 oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Benny Riyanto, S.H., M.Hum.
Pada Permendagri Pencatatan Nama yang ditandatangani Mendagri, Tito Karnavian itu menyebutkan, nama seseorang minimal memiliki dua suku kata.
Dalam ketentuan, Pasal 4 ayat 2, Permendagri juga mengatur kaidah pencatatan nama pada dokumen kependudukan. Antara lain yakni; mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir; jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi; dan jumlah kata paling sedikit dua kata.
“Jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi, dan jumlah kata paling sedikit 2 kata,” demikian bunyi aturan Ayat 2 Pasal 4, yang dikutip pada Senin (23/5/2022).
Selain tidak boleh disingkat, pencatatan nama pada dokumen kependudukan juga tidak boleh menggunakan angka dan tanda baca, serta dilarang mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.
Pada pasal 3, dokumen kependudukan yang dimaksud meliputi biodata penduduk, KK, kartu identitas anak, e-KTP, surat keterangan kependudukan, dan akta pencatatan sipil.
Permendagri ini juga mengatur ketentuan pengubahan atau perbaikan nama. Syarat perubahan atau perbaikan nama harus melalui proses penetapan pengadilan negeri.
Pasal 4, ayat 1 menyebutkan, Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia.
“Dalam hal Penduduk melakukan pembetulan nama, pencatatan pembetulan nama termasuk bagian pembetulan Dokumen Kependudukan berdasarkan dokumen otentik yang menjadi dasar untuk pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi pasal 4 ayat 4.
Sementara itu, Tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan dilarang disingkat, kecuali tidak diartikan lain, bunyi pasal 5 ayat 3 poin a.
“Nama marga, famili, atau yang disebut dengan nama lain merupakan satu kesatuan dengan nama,” sebut pasal 5, ayat 2.
Mendagri Tito juga mengatur, nama harus mudah dibaca, tidak bermakna negatif dan tidak multitafsir.
Selanjutnya, pada Pasal 5 diatur tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan yaitu meliputi; menggunakan huruf latin sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia, nama marga atau famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada dokumen kependudukan.
Selain itu, gelar pendidikan, adat dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat.
Pencatatan nama pada dokumen kependudukan dilarang disingkat, kecuali tidak diartikan lain, menggunakan angka dan tanda baca, mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.
Januari 2022, Kemendagri melakukan uji coba penerapan e-KTP berbentuk digital yang memiliki QR code. Sehingga, nantinya e-KTP tidak lagi berbentuk fisik, namun digital yang dapat disimpan di handphone masyarakat.
Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH., mengatakan, KTP-el tidak lagi dicetak seperti sekarang, tetapi langsung disimpan ke HP (handphone) penduduk.
“Uji coba saat ini baru dilakukan di 50 kabupaten/kota di Indonesia. E-KTP berbentuk digital akan memudahkan masyarakat apabila kehilangan kartu identitas,” kata Zudan.
Menurutnya, Tidak ada lagi konsep KTP-el hilang. KTP-elnya didigitalkan dalam HP dan ada QR codenya.
“Kalau HP hilang, ikut hilang itu identitas digitalnya. Nanti minta lagi ke dukcapil dikirim ke nomor HP yang baru,” jelas dia.
Zudan menyebut masyarakat cukup menunjukkan QR code untuk pembuktian identitas dan verifikasi data. Adapun QR code akan menyimpan data kependudukan masyarakat, seperti e-KTP yang berbentuk fisik.
“Identitas Digital merepresentasikan penduduk dalam aplikasi digital yang melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai pnduduk dan memastikan identitas tersebut merupakan orang yang bersangkutan,” ujar Zudan.
Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri, meminta kantor-kantor tak lagi meminta fotokopi dokumen kependudukan kepada masyarakat. Ia mendorong agar mengaksesnya secara digital.
“Ini juga penting saya sampaikan bagi kantor-kantor untuk tidak lagi meminta fotocopy dokumen kependudukan dari masyarakat, tetapi menggunakan akses verifikasi data langsung dari Dukcapil karena dokumennya sudah menjadi data digital,” kata Zudan.
Zudan berkomitmen mendukung setiap lembaga, baik pemerintah maupun swasta yang bergerak di layanan publik, untuk bertransformasi menuju digital.
Di mana, kata dia, proses verifikasi menjadi berbasis elektronik menggunakan sistem e-KYC (electronic know your costumer).
“Dengan two factor authentication, bisa dengan NIK dan foto wajah maupun sidak jari, ditambah tanda tangan digital, maka proses autentifikasi dalam semua proses layanan publik akan menjadi lebih rapi,” ucap Zudan.
Oleh karena itu, Zudan mendorong masyarakat dan berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta, untuk mulai menggunakan hak akses verifikasi data kependudukan digital.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post