Garut, Kabariku- Penanganan perkara dugaan korupsi biaya operasional (BOP) dan reses di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut hingga saat ini masih belum terselesaikan.
Terkini, muncul lagi dugaan penyalahgunaan kewenangan yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara. Kali ini, menyeret Sekretaris DPRD (Sekwan) Garut dilaporkan ke pihak Kepolisian oleh pemerhati kebijakan publik, Asep Muhidin.


“Setelah dilaporkan pada 9 Januari 2023, alhamdulilah Polres Garut sudah memberikan surat resmi terkait informasi penanganan laporan saya atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara/daerah di Sekretariat DPRD Garut tahun anggaran 2021 sebesar Rp300 juta lebih,” ujar Asep Muhidin. Senin (23/1/2023).
Asep mengapresiasi pihak Polres Garut yang cepat tanggap menerima dan menindaklanjuti laporannya dengan memeriksa pihak terkait untuk mendalami kasus tersebut.
“Kita bisa melihat, Polres Garut cepat tanggap ketika ada laporan masyarakat langsung mengirimkan surat resmi informasi penanganannya, beda dengan yang lain. Dan siang tadi saya sudah memberikan keterangan kepada Polisi,” katanya.
Disebutkan, Undangan dari Polres Sabtu (21/1/2023), tetapi dirinya berhalangan dan meminta diundur ke hari Minggu.
“Alhamdulilah penyidiknya bisa dan saya dimintai keterangan oleh penyidik dan alhamdulilah sudah disampaikan keterangan yang menyangkut laporan,” jelasnya.
Lanjut dia, ada sekitar 15 pertanyaan kurang lebihnya pada tahap awal, kemungkinan akan ada lagi tambahan kalau diperlukan oleh pihak Kepolisian.
Asep pun memaparkan, Adanya biaya operasional (BOP) anggota DPRD Garut atau unsur pimpinan yang dicairkan, tetapi malah dipakai untuk membeli hewan kurban yang diluar kegiatan sebagai anggota DPRD.
“Jadi enak donk kalau anggota DPRD (oknum) mau kurban tinggal pakai uang rakyat saja yang dikelola oleh Sekretariat DPRD,” tukasnya.
Menurutnya, Anggota DPRD memiliki hak sebagaimana diatur Pasal 178 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terakhir kali diubah oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyebutkan “Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Pemerintah”.
“Tetapi tidak bisa serta merta atau semaunya menggunakan uang rakyat yang dipercayakan pengelolaannya kepada pejabat,” terangnya.
Lalu, lanjutnya, pada Pasal 22 ayat (6) Peraturan pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur batasan penggunaan dana operasional, yaitu “Dana operasional Pimpinan DPRD tidak digunakan untuk keperluan pribadi, kelompok, dan/atau golongan, dan penggunaannya harus memperhatikan asas manfaat, efektifitas, elisiensi, dan akuntabilitas”.
Kata Asep, Cukup jelas ditegaskan Pasal 22 ayat (6) PP 18 Tahun 2017 tersebut dilarang menggunakan dana operasional selain untuk kegiatan sebagai anggota DPRD, bukan untuk membeli hewan kurban, apalagi dipakai silaturahmi pribadi, kelompok dan/atau golongannya.
“Saya mendorong Polres Garut untuk dapat juga dengan segera memeriksa Anggota DPRD, jangan hanya sekertariat DPRD,” cetusnya.
Ia pun menegaskan, akan terus memantau progres perkembangannya karena Pasal 41, Pasal 42 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah oleh UU No. 20 tahun 2021 tentang Pemberantasan TIPIKOR dan PP No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Sidang mengatur hak-hak pelapor, bila diperlukan bisa saja dengan upaya Praperadilan,” tandas dia.***
Red/K.101
BACA juga Berita menarik Seputar Pemilu KLIK disini
Berita Terkait :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post