Kabariku- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak setuju pelaku pemerkosaan santriwati Herry Wirawan dijatuhi hukuman mati.
Ketua Komnas HAM Drs. Ahmad Taufan Damanik, M.A., menilai hukuman mati tidak akan memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana.
Bahkan menurutnya, sejumlah negara bahkan sudah menghapus hukuman mati dalam mengeksekusi pelaku tindak pidana. Ia lantas membandingkannya dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia.
“Dari konstitusi kita Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28I ayat (1) misalnya, disitu dikatakan bahwa hak untuk hidup itu adalah merupakan hak yang tidak bisa dikurangi atau dibatasi dalam kondisi apapun. Karena itu dia merupakan suatu hak asasi yang absolut,” kata Taufan dikutip cnnindonesia.com, Selasa (5/4/2022).
Atas dasar itu, Taufan pun meminta para penegak hukum memberikan kesempatan bagi Herry apabila nanti sang terpidana mengajukan kasasi. Sebab, dalam RKUHP sendiri, ujar dia, ada aturan yang memberikan kesempatan bagi terpidana mati untuk suatu periode tertentu.
“Kalau kita lihat kajian-kajian terkait dengan penerapan hukuman mati, tidak ditemukan korelasi antara penerapan hukuman mati dengan efek jera atau pengurangan tindak pidana. Apakah itu tindak pidana kekerasan seksual, tindak pidana terorisme misalnya atau narkoba, dan tindak pidana yang lainnya,” kata Taufan.
Dalam periode tersebut, apabila sang terpidana tercatat mengalami perubahan-perubahan sikap, maka hukuman mati dapat dimungkinkan untuk diturunkan menjadi hukuman yang lebih ringan.
“Karena itu sekali lagi kita menginginkan ada satu peninjauan yang sebaik-baiknya dari hakim kasasi nanti. Manakala misalnya terpidana mati ini Herry Wirawan maupun pengacaranya mengajukan kasasi,” ucapnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan banding dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang meminta hukuman mati bagi pelaku perkosaan 13 santriwati Herry Wirawan. Vonis itu menganulir putusan PN Bandung sebelumnya yakni pidana penjara seumur hidup.
Selain vonis mati, Hakim juga mewajibkan Herry membayar restitusi atau ganti rugi terhadap korban sebesar Rp300 juta lebih.
Dikesempatan lain, Ketua Majelis Hakim PT Bandung Dr. H. Herri Swantoro, SH., MH., dalam dokumen putusannya mengungkap alasan pertimbangan memberi vonis hukuman mati tersebut.
“Bahwa sesuai dengan yang telah dipertimbangkan oleh majelis hakim tingkat pertama, majelis hakim tingkat banding berkeyakinan pula bahwa perbuatan terdakwa tersebut terbukti termasuk dalam kategori kejahatan sangat serius (the most serious crime),” kata Herri. Rabu (6/4/2022).
Selanjutnya, Herri menyatakan dalam hukum internasional, suatu kejahatan dikategorikan sebagai the most serious crime karena tindak pidana itu merupakan perbuatan yang keji dan kejam serta menggoncangkan hati nurani kemanusiaan.
Dia juga menjelaskan unsur kesengajaan dalam kejahatan sangat serius dilakukan secara sistematis ataupun menimbulkan akibat-akibat serius lainnya.
“Sehingga, hakim menganggap perbuatan Herry Wirawan sudah memenuhi unsur kejahatan serius,” jelasnya.
Unsur kesengajaan yang dimaksud, kata Herri, terkait perbuatan terdakwa yakni memanipulasi dan tipu muslihat, iming-iming dan janji.
“Selain itu, kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa berpotensi membahayakan kesehatan anak-anak perempuan yang masih di bawah umur, perbuatan yang dilakukan terdakwa tidak hanya menyerang kehormatan fisik anak-anak, melainkan juga berpengaruh terhadap kondisi psikologis dan emosional para santri,” bebernya.
Lebih jauh Ketua Majelis Hakim PT Bandung mengatakan, Kekerasan seksual oleh terdakwa dilakukan secara terus menerus dan bersifat sistematik.
“Terdakwa juga menggunakan simbol-simbol agama dan pendidikan sebagai salah satu cara dan upaya manipulatif serta justifikasi dalam mewujudkan niat jahatnya (mens rea) untuk melakukan kejahatan,” ungkapnya.
Selain itu, perbuatan yang dilakukan terdakwa telah menimbulkan dampak yang luar biasa, yang menimbulkan keresahan dan ketakutan sosial dan anak-anak santriwati berpotensi menjadi korban ganda, karena menjadi korban kekerasan seksual sekaligus menjadi korban demi keuntungan ekonomi dari pelaku, yang dapat menimbulkan dampak sosial dalam berbagai aspek.
“Hal tersebut menunjukkan bahwa kejahatan seksual tersebut merupakan kejahatan yang sangat serius (the most serious crimes),” ujar hakim.
Oleh karena itu, pemberian hukuman mati terhadap Herry Wirawan dilakukan guna memberikan keadilan bagi korban. Di samping itu, ada kekhawatiran bila nantinya Herry Wirawan hanya divonis penjara seumur hidup.
“Suatu hal yang menjadi kekhawatiran terhadap hukuman seumur hidup terhadap praktik pelaksanaan pemidanaannya. Dalam praktik pidana seumur hidup acapkali berubah menjadi hukuman selama waktu tertentu, karena alasan-alasan perubahan sikap dan perilaku terpidana. Bahkan melalui pengurangan hukuman ataupun remisi serta pembebasan bersyarat, berpotensi terpidana menjalani hukuman di bawah 20 (dua puluh) tahun,” tutup Ketua Majelis Hakim PT Bandung, H. Herri Swantoro.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post