0leh
Taufan Hunneman
Pengamat Energi
Kabariku- Ada keselarasan antara Presidensi G20 dan Sirkuit Mandalika, yakni dalam program transisi energi. Dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) akhir Januari lalu, Presiden Joko Widodo menjelaskan ada tiga program prioritas terkait posisi presidensi G20, salah satunya adalah transisi energi yang ramah lingkungan, sementara dua lainnya adalah penataan kembali kesehatan global dan optimalisasi teknologi digital.
Mandat Presidensi G20 bagi Indonesia ibarat, ketika Indonesia mengajak komunitas internasional untuk lebih agresif dalam transisi energi, sebagai cara menghindari krisis iklim, lebih khusus lagi soal ancaman pemanasan global. Penghuni planet bumi harus bergerak bersama menghindari krisis iklim, karena kita perlu mempertimbangkan kehidupan generasi yang akan datang.
Transisi energi yang salah satu praktiknya berupa peralihan, dari menggunakan bahan bakar berbasis fosil, seperti BBM dan batubara, untuk kemudian berganti pada energi terbarukan (renewable energi) yang berbasis surya (PLTS), angin (PLTB), termasuk daur ulang dari sampah (PLTSa). Untuk sementara ini investasi energi terbarukan memang masih mahal, dibandingan pemanfaatan batubara misalnya.
Akselerasi transisi energi harus terus dilanjutkan, sebagai presidensi G-20 harus selangkah lebih maju dari negara lain. Perhelatan balapan sepeda motor kelas dunia di Sirkuit Mandalika, bisa menjadi semacam “panggung” terkait capaian Indonesia dalam transisi energi. Memang saat ini, BBM berbasis fosil masih dominan di MotoGP, namun tetap ada ruang bagi pemanfaatan energi terbarukan. Seperti pada pada safety car misalnya, dari sekian safety car yang diturunkan dari jenama global otomotif BMW, salah satunya adalah electric vehicle.
Salah satu legenda MotoGP segenerasi Valentino Rossi, yakni Loris Capirossi, mengakui adanya arus perubahan yang tengah terjadi, soal pergeseran dari kendaraan bermesin konvensional menuju kendaraan listrik. Menurut Capirossi, di Eropa sudah disediakan kelas (balapan) Moto-E, yang diikuti sepeda motor listrik. Capirossi sendiri hadir di tengah MotoGP Sirkuit Mandalika baru-baru ini sebagai race director.
Etalase bangsa
Indonesia dalam COP-26 di Glasgow awal November lalu, kembali mengaskan komitmen pada Kesepakatan Paris tentang Perubahan Iklim tahun 2015. Salah satu klausul Kesepakatan Paris adalah menjaga kenaikan temperature bumi pada 1,5 derajat celsius dan tidak melebihi 2 derajat celsius.
Komitmen tiap negara dalam Kesepakatan Paris 2015, secara teknis biasa dikenal dengan istilah NDC (Nationally Determined Contribution). Bagi Indonesia sendiri, NDC dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030, sebesar 29 persen dengan upaya mandiri, dan target naik menjadi 41 persen bila ada kerja sama internasional.
Melalui MotoGP Mandalika, kolaborasi internasional menjadi kenyataan, sehingga Indonesia bisa cukup optimis mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca. Sejumlah jenama global, utamanya terkait produk energi, telah membangun branding di ajang ini, melalui pemasangan poster di titik strategis.
Demikian juga dengan jenama lokal, utamanya Pertamina, BUMN yang sejak lama bergerak di bidang energi, yang kebetulan menjadi sponsor utama. Kita bisa melihatnya pada nama resmi lokasi dan perhelatan: Pertamina Mandalika International Street Circuit dan Pertamina Grand Prix of Indonesia.
Ada kabar bagus soal peta jalan penggunaan energi terbarukan (renewable energy) dalam balap motor, khususnya ajang MotoGP, mulai tahun 2027 akan menggunakan bahan bakar nonfosil. Pemanfaatan energi terbarukan sendiri akan dimulai pada tahun balapan edisi 2024, dengan menggunakan kandungan bahan bakar 40 persen nonfosil. Menurut Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Pertamina sendiri sedang mengembangkan bahan bakar khusus racing, dan divisi pelumas sudah mengeluarkan versi khusus untuk racing.
Sebagai jenama nasional sektor energi, Pertamina sejak awal sudah berkomitmen dalam program transisi energi. Salah satunya melalui Program Green Energy Transition dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) yang sejalan dengan Grand Strategi Energi Nasional. Dalam hal ini PT Pertamina menegaskan kembali komitmen dan kesiapannya untuk terus mendorong tumbuhnya energi baru terbarukan (EBT). Diharapkan ada capaian EBT signifikan, agar dapat memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional di masa depan.
Terkait pemanfaatan EBT, pada saatnya sektor transportasi akan diwarnai oleh pertumbuhan electric vehicle (EV). Mengantisipasi trend tersebut Pertamina ikut berpartisipasi dalam kolaborasi Indonesia Battery Company (IBC) yang akan memproduksi baterai 140 GWh pada tahun 2029. Dan pada saat bersamaan juga mengembangkan ekosistem baterai EV termasuk bisnis swapping and charging. Wujud inisiasi strategis ini, terlihat pada hadirnya rintisan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di 6 Lokasi Jakarta dan Tangerang.
Upaya lain dalam konteks meningkatkan pertumbuhan EBT, Pertamina telah membangun pabrik metanol untuk gasifikasi dengan kapasitas 1000 ktpa yang rencananya on stream pada 2025 serta pembangunan Green Refinery dengan kapasitas 6 – 850 KTPA pada tahun 2025. Pertamina juga menyadari bahwa di masa depan konsumsi energi didominasi oleh listrik. Oleh karena itu, melalui anak usahanya Pertamina Power & NRE juga terus meningkatkan kapasitas pembangkit yang ditargetkan pada tahun 2026 mencapai 10 Giga Watt (GW).
Percepatan transisi energi
Transisi energi mengacu pada transformasi sektor energi global dari berbasis fosil ke sumber energi terbarukan seperti air, angin, matahari dan gelombang laut. Sesuai tren global, transisi energi saat ini berbicara tentang pemanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan. Jika kita berbicara tentang transisi energi, kita berbicara tentang energi berkelanjutan, terbarukan, netral karbon, dan hijau. Sejalan dengan perkembangan peradaban sosial, terjadi peningkatan permintaan energi. Permintaan energi sangat meningkat karena peningkatan kualitas hidup manusia dan produksi industri primer yang semakin bervariasi.
Percepatan perkembangan peradaban sosial sejak revolusi industri, permintaan manusia untuk transportasi, informasi dan hiburan budaya telah meningkat secara signifikan, juga permintaan energi bagi industri modern. Dalam beberapa tahun terakhir, dengan serangkaian masalah ekologi dan lingkungan yang timbul dari polutan, gas rumah kaca dan residu limbah, memunculkan aspirasi ekologis untuk produksi, konsumsi dan rantai pasok, dalam proses pengembangan energi.
Dalam peta jalan proyek strategis terkait transisi energi, kita boleh optimis mengingat Presiden sendiri yang menjadi penyelia. Transisi menuju EBT bisa diibaratkan sebagai orkestra, sehingga diperlukan seorang konduktor, mengingat entitas yang terlibat sangat banyak, baik lembaga negara, BUMN, swasta, dan komunitas peduli lingkungan.
Sebagaimana disebut sekilas di atas, bahwa peradaban memiliki simbol atau penanda, demikian juga dengan pengembangan EBT. Akan tiba masanya, ketika simbol modernitas bukan lagi gedung pencakar langit atau pusat perbelanjaan, namun bisa jadi itu adalah ladang luas yang dipenuhi panel surya, seperti di Sumba, NTT. Atau juga lahan luas bagi pendirian kincir angin bagi PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu), seperti di Jeneponto dan Sidrap, keduanya terletak di Sulsel.
Masa pandemi telah memberikan hikmah tersendiri, ketika salah simbol peradaban, yaitu sepeda, kembali menjadi “viral”. Mungkinkah kebangkitan sepeda merupakan “kode keras” bagi kita, bahwa pemanfaatan EBT tidak bisa ditunda lagi. Dari segi karakter, sepeda ini mirip dengan PLTA, yaitu nol emisi dan berkelanjutan. Artinya wacana EBT, sejatinya bukanlah sesuatu yang terlalu asing bagi masyarakat kita.
Terkait masa depan balapan sepeda motor, sebagaimana dikatakan Loris Capirossi di atas, publik belum bisa berimajinasi untuk sementara ini, karena adanya faktor entertainment dan sensasi. Raungan mesin sepeda motor dengan CC tinggi, yang meledak-ledak, justru menjadi daya tarik tersendiri. Skema yang paling mungkin adalah, antara sepeda motor berbasis energi fosil dan sepeda motor berbasis EBT, pengembangannya berjalan secara paralel, termasuk dalam adu cepat (race) kelak.
Memakai EBT dalam segala aktivitas kehidupan, merupakan legasi bagi generasi mendatang, agar mereka bisa hidup di lingkungan yang bersih dan rendah emisi. Energi memiliki peran vital bagi kemajuan peradaban, sebab sebuah peradaban yang maju juga memerlukan energi yang tinggi, seperti untuk produksi bahan pangan, transportasi, percetakan, dunia hiburan, termasuk balap motor atau mobil.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post