Kabariku- Kerja kolektif dan kolaboratif banyak stakeholders, Pemerintah telah rampung menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) terhadap naskah Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). RUU TPKS secara resmi telah disahkan sebagai hak inisiatif DPR saat sidang paripurna awal 2022.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Dra. Jaleswari Pramodhawardani, M.Hum., dalam konperensi pers, menyampaikan seluruh komponen pemerintah, bahu-membahu berkolaborasi mengawal seluruh proses penyusunan DIM, sehingga cepatnya proses penyususan DIM bisa diperoleh sesuai target.
“Proses ke DPR akan melibatkan semua komponen pemerintah untuk mengawal, mengingat proses pembahasan RUU TPKS telah bergulir sejak 2016 dan telah dilakukan percepatan pada 2021,” kata Deputi V KSP, di Jakarta dikutip Minggu (12/2/2022).
Ia menambahkan, Kantor Staf Presiden pada April 2021 membentuk Gugus Tugas Percepatan Pembentukan RUU TPKS (Gugus Tugas) yang dikomandoi oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) dan berkeanggotaan perwakilan dari Kantor Staf Presiden, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
“Gugus Tugas itu, dibentuk untuk percepatan proses pengesahan karena saat ini, terjadi kedaruratan kekerasan seksual,” Jaleswari Pramodhawardani menambahkan.
Menurutnya, sejak Gugus Tugas dibentuk, DPR telah menetapkan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR pada Rapat Paripurna 18 Januari 2022 dan mengirim RUU TPKS, serta naskah akademik kepada Pemerintah pada 26 Januari 2022.
“Nah saat ini DIM Pemerintah sudah rampung. Hal tersebut tidak lepas dari upaya kerja keras dan komunikasi oleh Gugus Tugas yang menghasilkan terobosan,” ungkap Jaleswari.
Sebelumnya diketahui, dalam proses penyusunan DIM, pemerintah telah mengadakan rangkaian konsultasi publik yang melibatkan seluruh pihak mulai dari masyarakat sipil, akademisi, serta lembaga negara terkait, bahkan hingga dengan cabang kekuasaan yudikatif.
“Kami (tim pemerintah) dalam melakukan konsinyering yang tadi disampaikan oleh Bapak Wamenkumham selama enam kali itu, kami tidak saja melakukan konsultasi publik dengan masyarakat sipil dan akademisi, tapi juga kami melakukan penjaringan aspirasi dengan semua cabang kekuasaan, mulai dari kementerian lembaga terkait di internal pemerintah, dengan Mahkamah Agung, Badan Legislasi DPR dan lembaga-lembaga negara lainnya,” jelas Deputi V KSP, Jaleswari Pramodhawardani menutup.
Sebelumnya, Wamenkumham, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., menuturkan pemerintah dan DPR punya frekuensi yang sama.
“Sebelum pengesahan DPR, kami (tim pemerintah) sudah enam kali melakukan konsinyering beberapa kali dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR. Ini kenapa kita bisa melakukan penyusunan DIM secara cepat,” tuturnya.
Sebenarnya, menurut Wamenkumham, pemerintah mempunyai waktu dua bulan setelah menerima RUU TPKS dan nasakah akademik namun DIM Pemerintah sudah rampung, namun dengan terobosan tim bisa mempercepat
Berkaitan dengan DIM, Wamenkumham menambahkan bahwa dalam DIM pemerintah mengupayakan berbagai substansi penyempurnaan terhadap RUU TPKS yang telah disusun DPR, mulai dari terobosan terkait pengaturan ketentuan pidana yang kini mencakup 7 jenis kekerasan seksual hingga hukum acara.
“Kita sudah mengkonstruksikan hukum acara yang memang kemudian lebih mudah dari segi pembuktian, dari segi proses, dan lain sebagainya. Dalam RUU TPKS ini soal hak korban seperti perlindungan dan pemulihan dipenuhi,” ungkap Wamenkumham.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Wamenkumham memastikan, pasal-pasal yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), tidak akan tumpang tindih dengan peraturan dalam Undang-Undang yang telah ada.
“Saya berani menjamin 100 persen tidak akan terjadi overlapping, tidak akan terjadi tumpang tindih dengan Undang-undang yang existing,” kata Wamenkumham Edward.
RUU TPKS, lanjutnya, memuat hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang yang telah ada, seperti Undang-undang Perlindungan Anak, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Edward menegaskan, dalam menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS, pemerintah menyusunnya dengan seksama dan sangat teliti.
“Jadi kami menyandingkan apa yang sudah diatur dalam RUU KUHP, Undang-undang Perlindungan Anak, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Itu tidak akan diatur di dalam Undang-undang ini,” ujar Wamenkumham.
Penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada RUU TPKS telah selesai. Total DIM yang disusun oleh pemerintah itu terdiri dari 588 DIM yang terangkum dalam 12 bab 81 pasal.
Sementara itu, menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, SE., M.Si., berbagai terobosan yang cukup signifikan adalah akan adanya penguatan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sebagai pemberi layanan terpadu one stop service bagi korban kekerasan seksual.“Hal tersebut menjadi arahan Presiden langsung dari rapat terbatas,” ungkap Menteri PPPA, Bintang Puspayoga.
Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sugeng Hariyono, juga menyampaikan bahwa arahan Mendagri agar pihaknya memberi dukungan yang penuh terhadap isu itu.
“Penanganan kekerasan perempuan dan anak kami minta agar diprioritaskan oleh daerah baik dari segi program ataupun anggaran,” katanya.
Sumber: infopublik.id/ KSP/Kemen PPPA
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com