Pasien Cuci Darah Tidak Dapat Obat, KPCDI Layangkan Surat Pengaduan ke Kemenkes

Salah seorang pasien cuci darah. (*)

KABARIKU – Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) melayangkan surat pengaduan kepada Kementerian Kesehatan, Komisi IX DPR RI, BPJS Kesehatan, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sampai Ombudsman RI atas kebijakan manajemen RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang (RSMH), yang telah merugikan pasien cuci darah mandiri (CAPD).

Menurut Ketua Umum KPCDI Tony Samosir, surat telah dikirim lewat pos Minggu lalu (29/7/2020) ke berbagai lembaga tersebut, yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekjen (Petrus Hariyanto). Dan kemungkinan hari ini sudah diterima oleh masing-masing lembaga.

“Awalnya, ada aduan dari anggota KPCDI Cabang Sumatera Selatan (Palembang) yang tidak mendapat cairan obat setelah melakukan operasi pemasangan kateter di RSMH Palembang,” ujar Tony Samosir dalam siaran persnya, Selasa (4/8/2020).

Lebih lanjut lagi, pasien gagal ginjal yang sudah transplantasi itu menjelaskan alasan manejeman menolak pemberian obat karena cairan tersebut belum terdaftar dalam katalog elektronik, sehingga rumah sakit tidak bisa memberikan cairan obat kepada pasien.

“Saya sudah komunikasi dengan Dirut RSMH melalui pesan WhatsApp, keputusannya kateter si pasien akan diganti dengan produk tertentu secara sepihak sesuai yang tercantum dalam katalog elektronik. Kami menilai kebijakan ini justru memberatkan pasien yang harus berulang datang ke rumah sakit di tengah pandemi Covid-19 yang semakin meningkat,” kritiknya.

Menurut Tony, keputusan yang dilakukan oleh rumah sakit milik pemerintah pusat tersebut tidak memiliki alasan logis hanya karena belum terdaftar dalam katalog elektronik.

“Kami menduga adanya monopoli produk di sana. Harusnya kan sejak awal pasien jangan dioperasi kalau cairan tidak dijamin oleh BPJS? Ini kan rumah sakit pemerintah, janganlah mempersulit pasien. Operasinya tetap pakai BPJS, obatnya tidak bisa diakses oleh pasien,” kesalnya

Padahal, menurut Tony produk CAPD (termasuk cairan) dapat dilakukan pembelian secara manual sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan kesehatan. Di sana dikatakan, jika tidak terdapat dalam katalog elektronik maka dapat dilakukan secara manual yang mengacu pada Formularium Nasional.

“Bukan hanya RSMH Palembang saja yang melakukan operasi CAPD di Indonesia. Banyak kok rumah sakit yang memberikan cairan obat dengan mudah kepada pasien gagal ginjal seperti RSPAD Jakarta, RSUD Syamsudin Kota Sukabumi, RSUP dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan lainnya. Ini tidak ada masalah bahkan sangat membantu pasien,” tegas Tony.

Pertanyaan mengelitik, lanjutnya, kenapa RSMH tidak bisa menyediakan cairan obat tersebut? Dan tetap bersikukuh mengarahkan pasien untuk menggunakan jenis produk cairan tertentu saja? Keberagaman produk farmasi dan tidak monopolis tentu berdampak positif buat pasien karena banyak pilihan.

“Ini kan sama saja mereka harus mengeluarkan uang jutaan untuk membeli cairan setiap bulan dari kantong mereka. Para pasien itu mengeluh tak sanggup lagi, artinya cuci darah mandiri mereka terancam putus, dan akan membahayakan nyawanya karena seumur hidup mereka tergantung pada proses cuci darah itu,”

Maka, ungkap Tony, KPCDI mendesak kepada Menteri Kesehatan, Ketua Komisi IX, Dirut BPJS Kesehatan, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Ombudsman RI untuk memberi surat teguran kepada pimpinan RSMH Palembang atas kebijakan yang telah merugikan pasien tersebut.

Untuk diketahui, CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis) adalah suatu metode pencucian darah selain tindakan hemodialisa bagi pasien gagal ginjal dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan pembungkus organ perut) yang berfungsi sebagai membuang racun. (Has)

Tinggalkan Balasan